


Mengamati gaya kepemimpinan Sherly Laos, tidak terlalu berlebihan ada yang mengatakan “Sherly Laos”adalah “Ahok versi lembut.”
Sebutan itu mula-mula terdengar seperti gurauan, tapi lama-lama menjadi cermin yang jujur. Ia memang punya semangat kerja, ketegasan, dan keberanian moral seperti Basuki Tjahaja Purnama.
Dengan nada suara yang tenang, senyum yang menenangkan, ia tahu persis kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan.
Seperti Ahok, Sherly tidak tahan melihat ketidakadilan, kemiskinan, kemalasan, atau pelayanan publik yang asal jadi. Ia bisa saja menegur dengan tegas, tapi selalu tanpa merendahkan.
Ia berani menantang sistem yang tidak efisien, namun melakukannya dengan dialog dan kesabaran.
Ketika orang lain marah-marah, Sherly memilih merangkul. Ketika banyak yang mengeluh tentang birokrasi, ia justru datang menawarkan solusi.
Gaya kepemimpinannya mengingatkan kita bahwa integritas tidak selalu identik dengan keras kepala. Ia menunjukkan bahwa ketegasan bisa berpadu dengan kasih, dan keadilan bisa disampaikan dengan kelembutan.
Di balik tutur katanya yang lembut (walau suaranya cempreng), Sherly menyimpan keberanian untuk menolak kompromi atas nilai.
Ia tidak mencari pujian, tapi memastikan hasil kerja nyata menyentuh kehidupan banyak orang — terutama mereka yang kecil, jauh, dan sering terlupakan.

Tentu saja, gaya dan sikapnya ini bukan tantangan. Dan tidak semua orang menyukai. Tapi, itulah gaya kepemimpinan seorang Sherly Laos—cerdas, menggunakan hati, namun terikur juga.
Tentang gaya, kata orang, “Ahok itu batu bara,” “ Sherly itu lilin.” Sama-sama memberi terang, tapi caranya berbeda.
Batu bara menyala dengan panas dan keras, sementara lilin menuntun dalam keheningan. Namun keduanya punya satu tujuan: menerangi jalan bagi orang lain.
Dalam dirinya, semangat pelayanan bukanlah jargon, melainkan kesaksian. Ia melihat jabatan sebagai tanggung jawab, bukan kehormatan.
Sherly tidak sekadar ingin membangun gedung, tetapi membangun manusia — hati yang kuat, pikiran yang terbuka, dan rasa saling percaya di tengah masyarakat.
Sherly Laos adalah potret kepemimpinan yang tidak kehilangan nurani. Di tengah dunia politik yang sering bising dan penuh gesekan, ia hadir seperti embun pagi di padang sabana: menyejukkan, tapi memberi kehidupan.
“Ahok versi lembut” mungkin terdengar sederhana, tapi di balik julukan itu tersimpan pesan besar — bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada suara yang paling keras, melainkan pada keberanian untuk tetap lembut di tengah dunia yang kasar.*


