Thu. Oct 10th, 2024

PON XX, Kesempatan Tunjukkan Papua Tanah Damai

Para pembicara: PON ini bukan kebetulan.

TEMPUSDEI.ID (1 OKTOBER 2021)

Pekan Olah Raga Nasional (PON) XX di Papua (2-15/10) merupakan kesempatan bagi masyarakat Papua untuk menunjukkan keramahan, kasih dan kebersamaan yang terpancar kepada sesama yang tengah bertanding dalam berbagai cabang olah raga.

Dilangsungkannya PON XX di Papua tidak bisa dilepaskan upaya dari berbagai pihak, baik pemerintah provinsi maupun masyarakat Papua. Namun di atas segalanya, PON di Papua merupakan bagian dari rencana Tuhan bagi rakyat Papua. Karena itu masyarakat Papua hendaknya memanfaatkan kesempatan menjadi tuan rumah dengan memancarkan karakter Kristus karena kehidupan masyarakat Papua tidak lepas dari kekristenan.

Hal tersebut merupakan benang merah Webinar Memaknai PON XX Papua Sportif! Papua Juara! yang diadakan Sekolah Tinggi Teologi Indonesia di Jakarta dan Perkumpulan Teolog Agama Kristen Indonesia (1/10).

Pembicara pertama Teolog dan Alumnus Universitas Heidelberg Pdt. Dr. Agus Santoso mengatakan, bukan merupakan kebetulan bahwa setelah sekian lama, Papua mendapat giliran menjadi penyelenggara PON. “Kesempatan ini bukan merupakan kebetulan,” kata mantan Ketua STT Cipanas tersebut.

Santoso melanjutkan bahwa ajang olah raga merupakan ajang sportifitas yang menarik di mana para duta olah raga dari berbagai provinsi akan unjuk kebolehan. Karena itu jangan dicederai dengan sikap yang tidak sportif. Para olah ragawan dari Papua dan masyarakat Papua sebagai tuan rumah wajib menjaga dan memeliharanya sehingga akan memberi kesan baik terhadap peserta.

Pendeta Gereja Isa Almasih dan Penasihat PTAKI ini mengatakan, dirinya melihat pelaksanaan PON XX di Papua merupakan bagian dari rencana Tuhan bagi rakyat Papua. “Melalui PON ini, Papua tidak hanya lebih dikenal secara nasional, tapi juga dunia,” ujarnya.

Sementara itu, Dr. Lenis Kogoya dengan optimistis  mengatakan bahwa masyarakat Papua telah siap menyelenggarakan PON. “Kami siap dan menyambut para peserta,” ungkapnya semangat.

Dosen STT dan pendeta Sinode GIDI itu mengatakan bahwa dampak dari penyelenggaraan PON XX yang diadakan di 4 tempat, tidak terlalu dirasakan oleh rakyat Papua secara keseluruhan. Namun dirinya berharap dengan penyelenggaraan PON setidaknya rakyat Indonesia tahu bahwa Papua merupakan tanah yang damai. “Kami pendeta-pendeta di Papua sangat mendukung PON XX ini. Tidak hanya agar acara bisa sukses, tapi juga agar para atlet dari seluruh Indonesia bisa melihat betapa kedamaian begitu nyata di Tanah Injil tersebut,” ujarnya.

Melalui PON, karakter kekristenan di Papua yang ramah, menghargai dan sarat nilai inklusif diperkenalkan. “PON merupakan pesta rakyat tempat masyarakat mendapat kesempatan bersukacita dalam ajang olah raga untuk mencapai juara dengan sportifitas yang menghargai kelebihan dan kemampuan sesama.”

Sedangkan Dosen STT Baptis Papua dan Ketua Persekutuan Gereja-gereja se-Kota Jayapura Pdt Dr. James Wambrauw mengatakan PON yang diadakan di Papua sejatinya tidak berhenti saat acara berlangsung, melainkan harus memberi makna berkelanjutan bagi masyarakat Papua.

“Pelaksanaan PON XX merupakan kehormatan bagi rakyat Papua. Namun, dampak yang dirasakan harus berkesinambungan, tidak hanya saat acara berlangsung,” ungkapnya.

Dia mengatakan, keberhasilan Papua mengadakan PON patut diapresiasi dengan membangun venue-venue berkelas dunia. Hanya saja, setelah acara tersebut, harus dipikirkan bagaimana pemanfaatan dan perawatan ke depan.

Dalam pengantar diskusinya Dr. Robby Repi Plh Ketua STT Indonesia Jakarta menyampaikan bahwa webinar ini merupakan bentuk kepedulian gereja terhadap event akbar yang tengah berjalan di Papua saat ini.

 “Kita berharap PON XX ini bisa memberi dampak positif bagi masyarakat Papua. Selain itu, kita bisa sama-sama doakan agar acara ini bisa berjalan dengan damai.”

Webinar yang melibatkan 7 Sekolah Tinggi Teologi ini dibuka dengan doa oleh Penasihat Persekutuan Baptis Indonesia (PBI) Pdt. Guntur Subagyo M.Th., dimoderatori Dr. Yusak Tanasyah dari STT Moriah dan ditutup dengan doa oleh Gembala Sidang Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Buki Zaitun, Jayapura Pdt. Fransiskus Esa dan diikuti kurang lebih 100 peserta. (tD/*)

Related Post

Leave a Reply