Sat. Jul 27th, 2024
Joseph Paul Zhang dan Yahya Waloni. (Foto: ist)

Oleh Emanuel Dapa Loka, Wartawan dan penulis biografi

 

Sontak, nama Joseph Paul Zhang viral. Tadinya dia bukan siapa-siapa, juga tidak pernah kedengaran. Kalaupun kedengaran, hanya di kalangan tertentu.

Tapi tampilannya di channel youtube dengan ungkapan-ungkapan yang bernada melecehkan dan menantang-nantang, serta menyebut diri sebagai “nabi ke-26” membuat namanya menarik perhatian dan mendadak populer.

Semua pihak “makan gigi” dan meminta atau mendesak kepolisian untuk segera meringkusnya. Atas laporan anggota masyarakat, Polisi lantas bergerak cepat menelusuri keberadaan Joseph. Sejurus kemudian, polisi menetapkan Joseph sebagai tersangka sekaligus buron. Kepolisian pun akan bekerja sama dengan Kedubes RI di Jerman dan Kepolisian Jerman agar Joseph dideportasi ke Indonesia. Semoga Joseph lekas tertangkap dan memertanggungjawabkan perbuatannya.

Tentang Joseph tersebut, hal yang harus dikatakan sejak awal di sini, secara kasat mata dia telah melakukan tindakan melawan hukum yang melukai perasaan umat Islam, dan juga umat lain yang tidak setuju dengan tindakannya. Tindakan melukai umat Islam itu, juga melukai umat lain. Bukankah kita seperasaan sebagai bangsa?

Sebenarnya, dalam urusan menghina, memuntahkan ujaran kebencian dan menyerang ajaran agama lain, Joseph bukan satu-satunya. Sejumlah orang dengan kata-kata sadis, merendahkan, mengolok-olok agama lain, dalam hal ini menghina agama Kristen/Katolik tidak sedikit. Mereka berbicara terus terang di Medsos seperti kanal youtube bahkan menantang-nantang seperti Joseph juga, tapi tidak ada tindakan apa pun kepada mereka. Juga tidak ada siapa pun yang meminta secara terbuka agar mereka dipidanakan kecuali Denny Siregar, Ade Armando, dll. Tidak ada pejabat publik atau pejabat negara semacam Bambang Susetyo yang Ketua MPR RI itu yang mengecam sebagaimana ia mendesak Kepolisian untuk menindak Joseph tersebut.

Apa kurang jelas dan sadisnya Yahya Waloni? Orang ini misalnya dengan sangat garang menyebut Kitab Suci orang Kristen palsu, atau menyebut Katolik dan Protestan sama-sama “pro setan”, atau Bangun Samudera yang mengaku-ngaku lulusan Universitas Vatikan (padahal tidak ada Universitas Vatikan), lalu dengan itu menyerang Gereja Katolik, atau Joko Subandi yang mengaku-ngaku anak Kardinal (padahal Kardinal tidak menikah), dan masih banyak lagi.

Mereka ini tidak tersentuh sedikit pun. Seakan-akan kalau hinaan ditujukan kepada orang Kristen adalah hal yang wajar, nikmat-nikmat saja dan karenanya dibiarkan begitu saja juga.

Seorang pejabat publik apalagi pejabat negara, semestinya selalu bersuara, apalagi untuk wilayah yang sangat sensitif, tidak peduli peduli kepada agama apa serangan itu diarahkan.

Yahya Waloni tidak ngumpet-ngumpet tatkala melancarkan penghinaan dan tantangannya. Siapa Waloni ini? Manusia saktikah? Temannya siapa?

Kalau hanya karena alasan tidak ada yang mengadukan Waloni—sebab penghinaan agama masuk sebagai delik aduan—lalu karena itu para pejabat publik itu tidak bersuara, ini tidak masuk akal. Kalau akal, nalar dan perasaan mereka bekerja, ketika mendengar ocehan manusia sejenis Yahya Waloni dan kawan-kawan, mereka sudah bersuara juga. Apakah mereka tidak tahu ada bahwa konten yang menghina itu? Mereka ke mana saja? Adakah mereka orang asing di negeri ini?

Penindakan kepada orang yang disebut “menghina” agama lain sudah seringkali “menimpa” sejumlah orang di negeri ini dan orang-orang itu menerima saja keputusan itu, walau vonis terhadap mereka masih bisa diperdebatkan.

Semoga semangat para pejabat negara dan kepolisian kali ini yang sangat menggebu-gebu menjadi awal yang baik untuk menindak siapa pun yang gemar menghina, melecehkan seakan-akan hanya mereka sendirilah yang benar dan bermartabat sedangkan yang lain hina dina.

Semoga dengan ini pula kita semakin menjadi bangsa yang saling menaruh rasa hormat sebagai sesama manusia beradab. Kalau kita tidak satu iman, kita tetaplah satu bangsa yang sama-sama tinggal dan akan meninggal di negeri warisan para pahlawan yang telah mengorbankan segalanya, bahkan nyawa.

Related Post

Leave a Reply