Wed. Oct 9th, 2024

Oleh Febry Silaban, Pegiat Bahasa, Mantan Wartawan, Alumnus Magister Kebijakan Publik dari Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Indonesia

Di tengah pandemi Covid-19, pepatah Latin salus populi suprema lex esto semakin santer terdengar. Di Indonesia, pepatah ini mulai dipopulerkan kembali oleh mantan Kepala Kepolisian RI, Idham Azis, tahun lalu. Hampir di setiap pos polisi berdiri spanduk bertuliskan pepatah Latin tersebut beserta terjemahannya, yaitu “keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi”. Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pun mencuitkan lagi pepatah Latin salus populi suprema lex esto sebagai salah satu asas hukum dalam kaitannya dengan penanganan pandemi di Indonesia.

“Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Kalau kamu ingin menyelamatkan rakyat, kamu boleh melanggar konstitusi, bahkan itu ekstremnya,” demikian ungkapan Mahfud yang menjadi bahan perbincangan hangat saat ini.

Secara sekilas memang dalam terjemahan atau pengertian pepatah Latin tersebut tidak ada yang janggal. Namun, jika jeli, ada kata esto dalam kalimat Latin tersebut yang sering luput dari perhatian. Akibatnya, terjemahan menjadi kurang tepat. Padahal, kata esto merupakan kata penentu yang cukup penting juga.

Adagium Latin ini pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Romawi kuno Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dalam bukunya De Legibus (Tentang Aturan-aturan). Dalam buku tersebut di halaman 241 dituliskan jelas salus populi suprema lex esto. Kemudian, Thomas Hobbes (1588-1679) mengutip kalimat Latin tersebut dalam karya klasiknya Leviathan dan Baruch Spinoza (1632-1677) dalam karyanya Theological-Political Treatise. Selain itu, John Locke (1632-1704) juga menggunakan diktum tersebut dalam bukunya Second Treatise on Government dengan merujuknya sebagai salah satu prinsip fundamental bagi pemerintah.

Cicero pada saat itu membayangkan, keselamatan rakyat seharusnya menjadi tujuan yang paling utama di bawah ancaman situasi dan keadaan darurat, termasuk jika harus menyampingkan aturan hukum. Demikian kira-kira maksud dari pepatah Latin tersebut.

Peribahasa Latin salus populi suprema lex esto termasuk dalam kalimat imperatif atau kalimat perintah yang mengandung harapan. Hal itu ditandakan dengan bentuk kata esto, sebuah kata kerja bantu atau modalitas dalam tata bahasa Latin. Terjemahan yang tepat untuk kalimat tersebut sebaiknya adalah “keselamatan rakyat seharusnya menjadi hukum tertinggi” atau “mari jadikan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi”.

Berbeda halnya jika kalimat Latin itu dituliskan begini salus populi suprema lex est atau sering disingkat salus populi suprema lex. Jika demikian, kalimat Latin itu berarti “keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi”. Pengertian itu sudah sesuai yang disampaikan oleh Menko Polhukam atau tokoh lainnya.

Modalitas est dan esto dalam gramatika Latin memiliki arti dan fungsi yang berbeda. Modalitas est digunakan dalam kalimat indikatif (verba yang menggambarkan keadaan nyata), sementara esto dalam kalimat imperatif (perintah). Satu huruf saja yang berkurang atau bertambah dalam kata bahasa Latin bisa membuat pengertian berbeda.

Karena itu, apabila ingin setia dan konsisten pada bahasa salus populi suprema lex esto, hendaknya kalimat itu diterjemahkan menjadi “keselamatan rakyat seharusnya menjadi hukum tertinggi”.

Terjemahan itu menyiratkan bahwa setiap hari kita memiliki panggilan untuk berbuat kebaikan dan kebajikan kepada sesama. Pada hakikatnya hukum membantu kita melakukan kebaikan, kebajikan, dan kasih yang bersifat universal. Maka, jika hukum itu sendiri menghalangi, membatasi, atau bahkan mengekang berbuat kebaikan dan kebajikan, hukum itu bertentangan dengan hakikatnya. Banyak kebaikan dan kebajikan itu jadi terancam musnah karena sikap “legalistis” manusia. Orang seharusnya memperjuangkan kebaikan, kebajikan, harkat dan martabat serta kehidupan manusia, bukan hukum yang meniadakan manusia sebagai manusia. Salah satu tujuan hukum adalah kesejahteraan bersama (bonum commune). Karena itu, keselamatan rakyat seharusnya menjadi hukum tertinggi.

Ungkapan Latin yang lain yang mirip adalah salus animarum suprema lex (est). Artinya, keselamatan jiwa-jiwa adalah hukum yang terutama. Prinsip ini digunakan sebagai dasar hukum kitab hukum kanonik (KHK), yang dipakai Gereja Katolik. Aturan-aturan dibuat untuk membantu orang-orang menuju keselamatan, bukan sebaliknya malah  mencelakakan orang lain. (Sumber: Majalah TEMPO, 18 April 2021)

Related Post

Leave a Reply