Wed. Nov 6th, 2024

Theophilus Bela, Rekreasi Intelektual dan Spiritual dengan Kendaraan Buku

Theophilus Bela, gemar membaca. Foto: Ist

TINGGAL di rumah saja karena terancam virus korona tentu saja membosankan. Jika tidak pandai-pandai menyiasati rasa bosan yang muncul, bisa timbul perasaan stress. Apalagi untuk kaum lansia yang oleh karena daya tahan tubuh yang makin menurun dianjurkan untuk tinggal di rumah saja.  Lantas, bagaimana menghadapi situasi ini?

Aktifis senior Theofilus Bela memiliki cara jitu untuk mengusir rasa bosan itu. Selain melakukan gerakan-gerakan olah raga kecil di teras rumahnya agar otot-ototnya tidak kaku, ia menghabiskan banyak waktunya dengan membaca banyak buku. “Inilah kesempatan bagi saya untuk membaca banyak buku tebal,” ujarnya kepada tempusdei.id.

Om Theo, demikian ia biasa disapa, lalu menyebut sejumlah buku koleksinya yang ia nikmati di masa-masa korona ini. Sudah 14 buah buku tebal yang ia habiskan selama musim korona ini. Sebut saja Kerudung Merah Kirmizi setebal 616 halaman karya Remy Sylado, atau buku Sogok Aku Kau Kutangkap setebal 434 halaman karya Artidjo Alkostar, Hoegeng (Seorang Polisi Teladan) 334 halaman karya Aris Santoso dkk, Boulevard de Clychy (Agonia Cinta Monyet) 671 halaman juga karya Remy Sylado dan masih ada lagi yang lain.

Saat ini ia sedang membaca buku riwayat hidup Jenderal Benny Moerdani karya Julius Pour, seorang mantan wartawan Kompas. Sudah 344 halaman yang dia baca dari buku setebal 628 halaman itu.

Bagi lulusan sebuah Universitas Bochum, Jerman ini, aktivitas membaca memberikan kenikmatan tersendiri. “Dengan membaca, kita kan berselancar ke sana ke mari bersama penulis buku itu. Bersama Remy Sylado misalnya, melalui buku Boulevard de Clychy (Agonia Cinta Monyet), saya bisa sampai ke Prancis lalu kembali ke Indonesia dan ke Prancis lagi. Kan enak, bisa ke mana-mana,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Dengan membaca Theo juga terhindar dari kepikunan. Maklum usianya sudah 78 tahun. Pikirannya masih segar, bahkan masih ingat berbagai peristiwa di masa lalu yang pernah hinggap dalam perjalanan hidupnya.

Bagi Theo, membaca itu merupakan sarana murah meriah untuk melakukan rekreasi intelektual dan spiritual. “Beruntung saya punya banyak koleksi buku. Kalau buku-buku ini sudah habis, saya mau minta anak-anak untuk belikan buku di toko. Kita harus banyak membaca. Lebih baik membaca daripada omongin orang,” tambah pria kelahiran Maumere, Flores, 9 Juni 1942 ini. (tD/EDL)

Related Post

Leave a Reply