Fri. Nov 8th, 2024
Ilustrasi keluarga harmonis

Oleh Hermanus Dappa, S.Ag, tinggal di Anakalang, Sumba Tengah, NTT

SEBAGAI sebuah pranata pendidikan non formal, keluarga  memikul tanggungjawab besar dalam menyosialisasikan nilai-nilai moral spiritual dan sosial kepada anak-anak. Dikatakan demikian sebab keluarga merupakan basis awal seseorang mengenal dan menginternalisasikan semua nilai yang sesuai dengan martabatnya sebagai manusia citra Allah sendiri.

Keluarga merupakan embrio kehidupan sosial yang memiliki peran yang strategis. Dari dan dalam keluargalah, anak dapat mengenal diri, tahu menempatkan diri dan dapat menentukan diri dan masa depannya. Melalui pendidikan yang diterima dari keluarga (orang tua), seseorang merasa sebagai makhluk yang benar-benar manusiawi yang anggun dan selalu dipandang lebih tinggi dari makhluk lain.

Tugas mendidik anak merupakan tugas mulia dan paling dasar dari orang tua. Orangtua (sebagai pendidik) mempunyai tanggungjawab moral yang lebih berat, jika dibandingkan dengan tugas guru yang mengajarkan ilmu. Lewat keluarga (orang tua), anak mengenal nilai-nilai moral dan sosial. Kepadanya nilai-nilai moral yang dipandang baik ditanamkan atau diperkenalkan.

Orangtua Figur Panutan

Dalam upaya menabur benih-benih moral dan sosial itu ke tengah ladang hati anak-anak, maka orangtua hendaknya terlebih dulu menjadi ladang contoh yang baik dan figur panutan dalam perbuatan-perbuatan terpuji bagi anak-anak. Orangtua tidak hanya pandai menyuruh anak untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik tetapi orangtua sendiri tidak mampu melakukannya.

Adanya interaksi dalam pendidikan ini, akan memungkinkan terjadinya ikatan batin yang begitu erat antara anak dengan orangtua. Karena pemaknaan diri seorang anak manusia hanya mungkin dalam kebersamaan dengan orang lain (orang tua). Dengan demikian anakpun tidak bisa berpisah dengan orangtua, demikian sebaliknya. Anak beranggapan orangtua adalah segala-galanya bagi dirinya. Orangtualah “dewa penyelamat”, ia adalah figur panutan etis. Apapun yang diturunkan oleh orangtua, akan dipandang yang paling baik oleh anak. Ia akan berbuat sebagaimana orangtua (bapak dan ibu) berbuat. Dalam proses identifikasi inilah, anak merasa sudah berbuat benar selama perbuatan-perbuatannya sesuai dengan ajaran dan tingkah laku hidup orang tua.

Agar anak tidak terjerumus ke dalam proses identifikasi yang keliru dan mencelakakan, maka orangtua harus sungguh-sungguh menjadi figur panutan yang pantas ditiru dalam tingkah laku hidup oleh anak-anak.

Tantangan Pendidikan Nilai

Peran keluarga yang sangat strategis, tidak serta-merta dapat menjalankan fungsi-fungsi edukatif dan sosial. Tantangannya banyak dan seumur hidup.

Dalam kenyataan  saat ini, dunia kian berubah. Era globalisasi dan transformasi besar-besaran di berbagai bidang, telah lama mewarnai hidup manusia zaman ini. Ia melahirkan suatu babak baru dalam ziarah hidup manusia. Dampaknya seakan-akan meruntuhkan benteng pertahanan hidup manusia. Orientasi yang berlebihan pada kesuksesan dan hasil gemilang menjadi ciri cukup kuat bahkan paling menonjol dalam masyarakat, terlebih pada masyarakat kota. Faktor haben (memiliki, mempunyai) lebih penting dari pada faktor sein (nama baik, harga diri).

Situasi sedemikian rupa menyusup masuk dalam lingkup hidup keluarga. Tidak sedikit keluarga (ayah dan ibu) yang belum mampu menjalankan peran mereka secara baik atau bahkan tidak  dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.   Akibatnya, kehidupan keluarga di zaman ini tampaknya sulit menyediakan suasana home (damai, nyaman, rasa betah) dalam rumah. Hal ini sangat terasa pada  mereka yang tinggalnya di perkotaan. Banyak kali terasa, rumah tampak seperti  stasiun yang sibuk tanpa kepastian.

Kesibukan apa pun, dengan tujuan dan alasan apapun, sangat tidak pantas jika mengorbankan kepentingan  anak-anak dan keluarga. Sebab kehidupan ini tidaklah melulu tertuju pada sukses yang menjanjikan kepuasan materi dan ambisi popularitas pribadi. Banyak hal yang harus diperhatikan dan ditangani pula supaya keharmonisan dan keutuhan keluarga tetap terpelihara mantap.

Kesibukan, tidak perlu mendera dan memporak-porandakan keakraban dan kebersamaan  dalam keluarga. Untuk itu, urutan tingkatan kepentingan patutlah dipertimbangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya secara proporsional.

Zaman memang sudah berubah wajah. Waktu menjadi sesuatu yang amat bernilai dan sulit dicari, apalagi ditemukan. Semua orang harus sibuk berpacu kalau ingin maju. Kesibukan ini, tidak hanya melanda pusat-pusat perkantoran dan perdagangan bahkan telah menyusup masuk ke sudut-sudut ruang lingkup keluarga. Namun harus diwaspadai dan disadari bahwa hal ini sangat potensial mengguncang keharmonisan dan ketentraman hidup keluarga serta memungkinkan lemahnya fungsi kontrol dan tanggungjawab orangtua bagi pendidikan anak-anak. Kita pasti bisa!

Related Post

Leave a Reply