Sat. Jul 27th, 2024

IN MEMORIAM Mikael Umbu Zasa, Budayawan Sumba yang Ingin Beriman dalam Akar Budaya

Mikael Umbu Zasa, foto Emanuel Dapa Loka

Mana yang lebih penting, berbudaya atau beriman? Menjawab pertanyaan ini Mikael Umbu Saza, SE mengatakan, “Kita sebaiknya berbudaya dalam terang iman dan iman itu berakar dalam kebudayaan.” Dengan demikian kata Umbu, keduanya tidak perlu dipertentangkan, malah saling memberi nilai. “Iman yang tumbuh dalam penghayatan budaya yang benar akan berakar dengan kuat. Yang jadi masalah, sudah beriman secara angin-anginan, dengan budaya pun sambil lalu saja,” ujar Umbu suatu saat di Anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah kepada penulis.

Menurut pimpinan Sanggar Flobamora ini, setiap orang memiliki tugas memelihara dan mengembangkan kebudayaan bangsanya. Dia sendiri mengaku bangga dengan budaya Sumba warisan leluhurnya karena merasa banyak nilai hidup dan perjuangan terkandung di dalamnya. Dia lalu menunjuk budaya cium hidung yang lazim di Sumba sebagai warisan sangat berharga sebagai contoh. “Orang Sumba itu tidak perlu banyak berkata-kata bahwa dia menghargai atau menerima seseorang dengan baik. Cium hidung saja, maksud itu sudah terkatakan dengan tuntas,” ujarnya. “Orang Sumba itu kalau bertemu di mana saja, pasti akan berciuman atau dhekki dengan saling menempelkan hidung,” ujarnya sambil tersenyum.

Karena sadar betul terhadap penting kebudayaan dalam membentuk pribadi seseorang, pria yang pernah menjadi duta kebudayaan Sumba hingga ke Australia ini, selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk mempromosikan kebudayaan. Karena kebudayaan sangat sarat nilai iman, maka Ketua Umum Ikatan Keluarga Besar Sumba (IKBS) ini merasa, bersamaan dengan mewartakan nilai kebudayaan, ia juga mewartakan nilai-nilai iman yang dianutnya, yakni kasih dan penghargaan pada kemanusiaan.

Kini, budayawan yang enteng dalam bergaul itu telah pulang menghadap Penciptanya. Pada 23 Juni sore ia mengembuskan nafasnya yang terakhir. Semua sahabat, keluarga dan kenalan kaget, karena pada siangnya, ia masih aktif berkomunikasi dalam grup WA. Dia pulang dalam balutan kain tenun Sumba kecintaannya yang disebut-sebut sebagai “selimut para dewa”. Pulanglah, dan dari sana tabuhlah terus tambur Sumba yang sering engkau tabuh dalam kebersamaan-kebersamaan kita. Dan rupanya bunyi tambur mainanmulah yang mengumpulkan begitu banyak orang pada hari perkabungan kepergianmu. REQUIESCAT IN PACE.

(EMANUEL DAPA LOKA)

 

Related Post

One thought on “IN MEMORIAM Mikael Umbu Zasa, Budayawan Sumba yang Ingin Beriman dalam Akar Budaya”

Leave a Reply