Wed. Oct 9th, 2024

Pater Prof. Dr. Hermann Yosef May, CSsR: Satu dari “Trio May”  yang Mencintai Sumba Habis-habisan (2)

Pater Herman May, CSsR di tengah masyarakat Sumba, NTT. foto: dokumen Redemptoris.
Pater Hermann saat dalam perjalanan pulang ke Jerman. Foto: Pater Willy, CSsR.

Langit Sumba cerah pada 11 Oktober 1976. Bersamaan dengan itu panas cahaya mentari seperti menyengat kulit. Di saat itulah pesawat Merpati mendarat dengan mulus di landasan Bandar Udara Tambolaka. Kala itu nyaris tidak ada bangunan lain kecuali beberapa bangunan milik Bandara dan menara pemantau.

Sebelum pesawat mendarat, para penumpang menyaksikan hamparan padang belantara yang nyaris tak bertepi. Sebagian berbukit-bukit dan nampak hijau karena musim hujan sudah mulai. Salah satu penumpang bule melongok ke bawah melihat pemandangan yang sama sekali baru baginya. Maklum, itulah pertama kali ia datang ke Sumba setelah sebelumnya ia sempat tinggal di Jogja selama satu minggu. Ia berasal dari Jerman. Dialah Pater Hermann Yosef May, CSsR. Seketika ia takjub melihat alam Sumba yang acap disebut Negeri Sandelwood yang akan menjadi medan pelayanannya.

Pater Herman adalah misionaris sejati dan tidak setengah-setengah. Sekali niat ia pancangkan, tidak ada cerita susulan untuk mangkir. Ia sepenuhnya menjalani pelayanannya di atas Tana Marapu Sumba selama 42 tahun. Ia ibarat seorang tukang bajak yang membajak ladangnya dan tidak pernah menengok ke belakang (bdk. Lukas 9:62).

BACA JUGA:https://www.tempusdei.id/2020/06/1177/pater-prof-dr-herman-yosef-may-cssr-profesor-untuk-orang-orang-miskin-itu-telah-tiada-1.php

Banyak karya dan inspirasi yang ia tinggalkan. Khusus dalam pendampingan anak-anak, Pater Herman mendirikan sebuah lembaga pembinaan anak-anak balita yang  diberi nama Balai Balita (BB) yang sekarang dikenal dengan nama PAUD. Di bawah bimbingan Sr. Zita, ADM dan Ibu Rosa Tfaintem, di Balai balita tersebut anak-anak usia 2 tahun didampingi selama dua tahun  untuk bermain bersama, bernyanyi dan menari bersama. Setelah itu mereka melanjutkan ke Taman Kanak-kanak (TK).

Herman Dappa yang pernah berkarya bersamanya mengatakan, “Dari pembicaraan bersama beliau waktu itu, tujuan pendidikan di BB agar anak-anak sejak usia dini sudah saling mengenal sesama yang lain, dapat belajar berbicara dan bermain bersama dan juga yang paling penting agar anak-anak dari kampung-kampung dapat menikmati sedikit minuman susu yang sehat sehingga dapat tumbuh dan bebas dari ancaman gizi buruk.”

Karyanya yang lain adalah mendirikan Yayasan Kolping Indonesia pada tahun 1994. Melalui lembaga ini pun beliau menaruh perhatian khusus juga dengan pendampingan anak-anak. Ada berbagai kelompok anak di Kolping: Adik Kolping, Remaja Kolping, Kolping Muda yang didampingi oleh Ibu Sisilia Pawolung dan Pak Roby Umbu Tayi. Setiap kelompok ini didampingi oleh pembina masing-masing dengan berbagai materi pendampingan yang banyak Pater Hermann produksi sendiri.

Tiga Pastor May CSsR

Pater Herman (berdiri) dalam sebuah Misa Ulang Tahun. Tampak Pater Wilhelm Wagener, CSsR (alm) dan Pater Robert Ramone, CSsR

Seperti disampaikan oleh Pater Provinsial Indonesia Yoakim R. Ndelo, CSsR, Pater Hermann  Josef May lahir di Trier, Jerman tanggal 21 Maret 1938 sebagai anak kembar. Saudara kembarnya adalah Pater Karl-Heinz May, CSsR, menjadi Prokurator CSsR untuk Misi Sumba (1991-2003). Mereka 4 bersaudara. Salah satu saudaranya yang lain adalah Pater Gerhard May, CSsR, anak ke-3, meninggal di Sumba. Adik bungsu  bernama Wilfried dan pernah merintis jalur pendidikan calon imam sampai di novisiat, namun  oleh karena alasan tertentu, tidak melanjutkan.

Imam yang gemar memakai topi itu mengikrarkan kaul pertama pada 25 Maret 1959, berkaul Kekal tanggal 14 Agustus 1963 dan ditahbiskan menjadi imam tanggal 15 Agustus 1964. Selama Periode 1964-1975, ia bertugas di Jerman sebagai Pastor dan Dosen di Geistingen.

Setelah tahbisan, selama tahun 1964-1966, Pater Herman menetap di pusat CSsR Köln sambil berpastoral dan melayani  di rumah sakit, sambil mendalami Jurnalistik  dan Publisistik  dan akhirnya menjadi redaktur utama Majalah Zur Zeit dari tahun 1967-1976.

Di saat yang bersamaan, mulai tahun 1968-1974 Pater Herman menyelesaikan studi Teologi Dogmatik di Universitas Bonn untuk Licensiat/S2 dan pada tahun 1974 menyelesaikan doktoral teologi dogmatik di Universitas  Regensburg Jerman dengan nilai Summa cum Laude. Selanjutnya sampai tahun 1976 Pater Herman ditugaskan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi CSsR Hennef dan STFK Sankt Augustin SVD Bonn, sebagai dosen dogmatik.

Dalam karyanya di Sumba, Pater Hermann antara lain menjadi direktur PUSPAS sejak awal Februari 1980 sampai  akhir 2002. Selama tahun-tahun ini seringkali beliau juga mengajar sebagai dosen terbang di STFT Ledalero, khusus untuk mata kuliah Mariologi.

Bersama P. Franz Pfizter, CSsR dan Pater Wilhelm Lang, CSsR, P. Herman merintis berdirinya Sanggar Misi Umat Redemptoris (SAMUR) dan menjadi direktur (1986-1989), sambil tetap menjadi direktur PUSPAS dan memberi rekoleksi dan retret untuk berbagai kelompok dan komunitas.

Sejak September tahun 2014 imam yang juga dikenal sebagai kutu buku itu menghabiskan waktunya di Elopada bersama Pater Pole Unaraja. Ia aktif melayani misa di stasi-stasi, memberi pendampingan kepada PUGA dan kelompok kategorial lainnya.

Ia pulang ke Jerman bulan Juli 2018 dengan tujuan pemeriksaan kesehatan, namun setelah diperiksa dokter, Pater Hermann tidak diizinkan pulang ke Sumba karena kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Dia lalu tinggal di biara orang jompo CSsR di Köln Ehrenfeld sampai tanggal 6 Juni 2020 saat mengembuskan nafas terakhirnya pada pukul 22.00 waktu setempat. Requiescat in Pace. (EDL/tD)

Related Post

Leave a Reply