Sun. Oct 19th, 2025

Paroki Cijantung Gelar Diskusi Publik Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban Bekerjasama dengan LPSK RI

JAKARTA – Paroki Cijantung melalui Seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK)  menyelenggarakan Diskusi Publik dengan topik krusial, “Urgensi Perlindungan Bagi Saksi dan Korban Dalam Menjawab Tantangan dan Fenomena Kekerasan”.

Acara ini merupakan kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia, dan dilaksanakan di Aula Sta. Maria Lantai 1, Gereja St. Aloysius Gonzaga Paroki Cijantung, Sabtu (18/10/2025)

Ketua Seksi HAAK Paroki Cijantung FA Joko Purnomo menerangkan tujuan dari diskusi ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak saksi dan korban tindak pidana kekerasan, serta mengenalkan peran dan mekanisme perlindungan yang disediakan oleh negara melalui LPSK.

Seksi HAAK Paroki Cijantung terpanggil untuk bekerjasama dengan LPSK agar umat dan masyarakat memahami bahwa mereka tidak sendirian, ada payung hukum dan lembaga yang menjamin keamanan mereka untuk berani berbicara.

Ketika membuka acara, Pastor Kepala RP. Robertus Ndadjang, CSsR  memberikan apresiasi atas kerjasama yang relevan dan sejalan dengan apa yang menjadi nilai yang dipromosikan oleh Gereja di Keuskupan Agung Jakarta, salah satunya tentang PPADR (Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan).

Diskusi tersebut diharapkan mampu mendorong gerakan nyata budaya kasih yang menghormati Hak Asasi Manusia dan mengondisikan Gereja menjadi tempat yang aman dan nyaman.

Diskusi ini menghadirkan dua narasumber yaitu Sri Suparyati (Wakil Ketua, LPSK RI) dan Romanus Ndau (Akademisi) dengan moderator GM. Eko Wahyudono (Pegiat HAAK Paroki Cijantung).

Pada presentasi awal Sri Suparyati memaparkan secara mendalam mengenai Perlindungan Saksi dan Korban yang bertujuan untuk memberikan rasa aman bagi saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana dan LPSK RI sebagai lembaga negara yang didirikan dan bertanggung jawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dengan berbagai bentuk perlindungan, mulai dari perlindungan fisik, prosedural, hingga fasilitasi pemenuhan hak-hak seperti restitusi dan kompensasi.

Romanus Ndau selaku Akademisi menyampaikan relevansi LPSK dengan jaminan keselamatan warga. Romanus memberikan pendasaran teoritik berangkat dari sejarah kelam perjalanan bangsa Indonesia yang tidak luput dengan cengkeraman kekerasan dan kehadiran LPSK merupakan perintah konstitusi dalam melindungi segenap warga dan seluruh tumpah darah Indonesia.

LPSK menjadi instrumen untuk mewujudkan politik berwajah etis, jalan mewujudkan kebaikan dan kebenaran, terhindar dari kekerasan dan ketidakadilan.

Peserta diskusi yang hadir terdiri dari perwakilan lingkungan, komunitas gereja, pegiat HAAK Paroki Dekenat Jakarta Timur dan masyarakat umum, menunjukkan antusiasme tinggi, ada sesi kuis pertanyaan yang dijawab melalui gawai peserta, penyajian video “Satu Hari Sejuta Kisah”, ditambah saat sesi tanya jawab yang banyak menyoroti kasus-kasus kekerasan terutama yang aktual.

Acara ditutup dengan komitmen bersama antara Paroki Cijantung dan LPSK untuk terus mengedukasi masyarakat dan membuka pintu konsultasi bagi warga yang membutuhkan informasi atau ingin mengajukan permohonan perlindungan. (Beny Wijayanto)

Related Post