Tue. May 6th, 2025
Para kardinal elektor siap-siap masuk konklaf. Umat menantikan "Habemus Papam"

Berbeda dengan pemilihan kepala negara pada umumnya yang penuh ingar bingar—juga di masa tenang—pemilihan kepala negara Vatican yang sekaligus pemimpin tertinggi untuk 1, 4 miliar orang Katolik di dunia, berlangsung dalam keheningan dan doa.

Siaran resmi Vatikan menyebutkan, jaringan telepon di Vatikan akan dimatikan mulai tanggal 7, pukul 15.00 waktu setempat.

Sebanyak 135 kardinal sejak tanggal 7 Mei 2025 masuk dalam ”Ruangan aman” jauh dari kontak dengan dunia luar. Alat komunikasi tidak boleh dibawa ke ruangan konklaf. Mereka terkunci di dalam, dan tidak berkomunikasi dengan dunia luar.

Dari sinilah arti kata konklaf menjadi konkret. Kata konlkaf berasal dari dua kata bahasa Latin, yakni cum dan clave. Jika kedua kata tersebut disatukan, maka artinya menjadi ”Dengan kunci”. Istilah tersebut tidak mengandung arti metafora.

Para kardinal benar-benar dikunci dalam ruangan.  Tujuannya, agar mereka tidak terkoneksi dengan dunia luar yang bisa memengaruhi atau yang membuat mereka berada di bawah tekanan dalam menentukan pilihan.

Tentu saja dalam ruangan konklaf itu ada berbagai diskusi yang membicarakan situasi gereja semesta, dan dalam pergaulannya dengan dunia. Mereka akan memetakan tantangan gereja dalam dunia, dan bagaimana sikap gereja.

Mereka hanya bisa berbicara di antara mereka dengan tools pengalaman dari negara masing-masing, dan dalam pergaulan regional atau internasional.

Sementara itu, aktifitas para kardinal di ruangan adalah berdoa, bermeditasi memohon pertolongan Roh Kudus agar memberi inpirasi cemerlang dalam menentukan pilihan.

Ada alasan amat historis dari prosedur conclave ini. Bahkan boleh disebut ”Dramatis”.

Setelah Paus Clement IV meninggal pada tahun 1268, ada kebuntuan dalam menemukan pengganti Paus Clement IV. Sangking buntunya, mereka tidak bisa menentukan paus baru dalam kurun waktu tiga tahun di kota Viterbo, Italia.

Penduduk Kota Viterbo tidak menerima keadaan ini. Frustrasi pun melanda penduduk kota. Mereka lalu mengunci para kardinal di istana kepausan, menghentikan jamuan makan mewah mereka, dan bahkan mencopot atap gedung agar mereka terpapar cuaca.

Ternyata cara itu berhasil. Pada tahun 1271, mereka akhirnya memilih Teobaldo Visconti, yang menjadi Paus Gregorius X.

Sejak itu, Paus Gregorius bergerak cepat meresmikan proses pemilihan paus. Pada tahun 1274, dalam Konsili Lyon Kedua, ia mengeluarkan dekrit Ubi periculum (“Di mana ada bahaya”), yang menetapkan konklaf kepausan resmi pertama.

Dekrit itu menetapkan aturan yang jelas: para kardinal akan diasingkan, komunikasi dengan dunia luar dilarang, dan kondisi kehidupan secara bertahap dikurangi jika keputusan tidak segera diambil. Aturan tersebut berlaku hingga sekarang.

Sejak saat itu, konklaf tidak lagi menjadi sekadar aturan, tetapi juga ritual — yang menekankan keheningan, refleksi, dan bimbingan ilahi.

Katekismus Gereja Katolik mengingatkan kita bahwa Paus adalah “sumber dan dasar yang kekal dan kasatmata bagi kesatuan para uskup dan seluruh umat beriman” (KGK 882).

Jadi, konklaf bukan sekadar tentang memilih pemimpin. Ini tentang memilih seseorang yang mampu menjaga kesatuan dan misi Gereja di dunia yang terpecah belah.

Bagi banyak orang di luar Gereja Katolik, kerahasiaan konklaf mungkin tampak kuno. Namun, di era yang bising dengan opini dan jajak pendapat yang terus-menerus, konklaf menawarkan kesaksian yang kontra-budaya: Terkadang keputusan yang paling penting dibuat dalam keheningan.

Lantas, siapakah yang akan terpilih menjadi Paus, pengganti Paus Fransiskus?

Kita tunggu saja hasil diskusi dan pilihan para kardinal di ruang konklaf  Kapel Sistina itu. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa pilihan para kardinal adalah pilihan Roh Kudus sendiri: yang mereka mohon dalam doa-doa mereka.

Mari kita pun mendukung dengan doa-doa kita agar Tuhan mengirimkan paus ke-267, pengganti Santo Petrus, yang benar-benar mencintai Gereja Tuhan dan mampu menghadirkan Gereja di tengah-tengah dunia untuk menjadi terang dan garam.

Mari sama-sama menantikan asap putih dari cerobong asap Kapel Sistina dan serun Habemus Papam (Kami memiliki Paus). (EDL)

Related Post