Wed. Jun 25th, 2025

Damianus Tiala, Dosen Universitas Negeri Yogyakarta

Sistem pendidikan modern dalam banyak hal, tampak lebih menyerupai jalur produksi dalam pabrik daripada ruang pembebasan pikiran.

Alih-alih membentuk manusia merdeka yang berpikir kritis dan kreatif, ia kerap diarahkan untuk mencetak individu yang patuh terhadap sistem kerja dan tatanan sosial yang telah mapan.

Karl Marx berkata, “Dalam masyarakat kapitalistik, institusi pendidikan menjadi bagian dari ’alat ideologis negara’ yang bertugas mereproduksi tenaga kerja yang tunduk, bukan membebaskan manusia melalui pemikiran.”

Pendidikan seperti ini bukanlah pembuka cakrawala berpikir, melainkan pelatih disiplin demi produktivitas. Maka, tak heran jika generasi demi generasi belajar untuk menghafal bagai burung beo, bukan memahami dan mempersoalkan.

Dalam karya klasik Pedagogy of the Oppressed karya Paulo Freire, pendidikan digambarkan sebagai proses dialogis yang seharusnya membangkitkan kesadaran kritis, bukan sekadar mentransfer pengetahuan dari guru ke murid secara searah.

Karl Marx dan Paulo Freire

Freire mengkritik model “banking system” dalam pendidikan yang menjadikan murid hanya sebagai tempat penyimpanan informasi, tanpa ruang untuk refleksi atau transformasi sosial.

Pandangan ini sejalan dengan kritik Marx, bahwa pendidikan sering kali melayani kelas penguasa dengan mematikan nalar emansipatoris.

Di sinilah pentingnya menanamkan filsafat dan seni berpikir dalam ruang kelas, agar subyek didik tidak sekadar dipersiapkan menjadi pekerja, tetapi juga warga dunia yang sadar, peduli, dan mampu menggugat struktur ketidakadilan.

Marx dalam Grundrisse menekankan, bahwa manusia seharusnya tidak dipandang semata-mata sebagai sumber tenaga kerja, tetapi sebagai makhluk yang mampu berproduksi secara sadar dan kreatif.

Ketika sistem pendidikan hanya berfokus pada efisiensi dan kebutuhan pasar, maka yang tercipta adalah manusia yang kehilangan otonomi berpikir, karena seluruh proses belajarnya dibatasi oleh logika kapital.

Oleh karena itu, pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu membangkitkan potensi pembebasan, bukan sekadar pembekalan keterampilan teknis.

Pendidikan harus menjadi medan perjuangan untuk membentuk subjek yang berpikir, bukan objek yang dipersiapkan untuk mengabdi tanpa tanya.

Dengan demikian, transformasi masyarakat hanya mungkin terjadi ketika pendidikan menjadi ruang perlawanan terhadap penjinakan pikiran.

Salam hangat dari Digital Library Culture Studies, Universitas Sanata Dharma, Mrican, Sleman – DIY

Related Post