NTT Juara Umum Anugerah Pesona Indonesia, Florasta: Bioregion Based on Tourism

NTT Juara Umum Anugerah Pariwisata Indonesia

Oleh Simply da Flores, Alumnus STF Driyarkara Jakarta

TEMPUSDEI.ID (24 MEI 2021)

Adalah fakta bahwa pengembangan pariwisata di Flobamora – NTT sedang gencar. Dan buah dari pengembangan tersebut, NTT mendapat juara umum dalam Malam Puncak Penyelenggaraan Anugerah Pesona Indonesia (API) 2020, Kamis (20/05/2021) di Hotel Inaya Bay, Labuan Bajo.

Destinasi yang meraih penghargaan adalah Se’i: Makanan Tradisional: Terpopuler 1, Sentra Tenun Ikat Ina Ndao: Destinasi Belanja: Terpopuler 1, Island Hoping: Pulau Mekko Kabupaten Flores Timur: Terpopuler 3, Fulan Fehan Kabupaten Belu sebagai Dataran Tinggi: Terpopuler 1, Liang Bua Ruteng Kabupaten Manggarai: Situs Sejarah: Terpopuler 1, Kampung Adat Namata Kabupaten Sabu Raijua: Terpopuler 1, Pulau Semau Kabupaten Kupang: Destinasi Baru Terpopuler II, dan Mulut Seribu Kabupaten Rote Ndao Surga Tersembunyi: Terpopuler II.

Selain itu, Propinsi NTT  mendapatkan  perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal terhadap Alat Musik Sasando dan Kopi Robusta Manggarai, Flores dari Kementerian Hukum dan HAM RI.

Pengembangan Destinasi

Lantas, bagaimana pemberdayaan dan pengembangan destinasi wisata yang sedang dan akan dikembangkan di NTT?

Florasta yang saya maksudkan pada judul adalah bagian dari wilayah Flobamora: Flores, Sumba, Timor, Rote, Alor? Sedangkan Florasta adalah akronim dari Flores, Adonara, Solor, Lembata, Alor. Florasta dalam konteks adat budaya lokal merupakan sebuah bioregion cultural, yakni Nusa Nipa – Pulau Naga.

Hakikat Pariwisata

Sudah sangat banyak definisi dan teori tentang pariwisata – tourism. Saya menggarisbawahi makna pariwisata pada kegiatan perjumpaan manusia (wisatawan) dengan manusia dan alam lingkungan lain (destinasi wisata), untuk menemukan apa yang tidak dimilikinya (kebutuhan, nilai, rasa, pengalaman).

Ada perbedaan karakter, latar belakang dan kebutuhan serta nilai dan pengalaman dari wisatawan dan pihak di lokasi tujuan wisata. Di sanalah lahir kebutuhan saling melengkapi. Pihak di tempat tujuan wisata mendapat pengalaman baru, relasi baru dan jasanya dibayar dengan uang sebagai sumber pendapatan ekonomi.

Dengan demikian, lahirlah penegasan relasi saling membutuhkan dan saling melengkapi. Dalam relasi ini, maka sejumlah hal harus saling menjamin. Perlu ketepatan dan kebenaran informasi, kejujuran dalam jasa pelayanan, sarana dan prasarana pendukung bagi wisatawan, akomodasi dan pelayanan yang terjamin. Syarat utamanya adalah jaminan keamanan dan kesehatan dari pihak tujuan wisata bagi wisatawan.

Sebaliknya jaminan kejujuran dan kesehatan dari pihak wisatawan. Relasi harmonis inilah yang menjadi kekuatan pariwisata, apalagi dalam dunia digital milenial saat ini.

Catatan khusus bagi pihak tujuan wisata, adalah sebelum menawarkan kepada pihak wisatawan sebagai destinasi wisata, sangat perlu untuk mempersiapkan segalanya secara maksimal. Sumber daya manusia maupun potensi alam lingkungan, serta sistem pelayanan, sarana dan pariwisata. Yang harus diperhatikan secara istimewa adalah keunikan, kekhasan dan keaslian obyek wisatanya, karena itulah daya tarik utama wisatawan.

Bioregion Based Tourism

Satu kekhususan – keunikan dari destinasi wisata di Florasta adalah kesatuan wilayah alam dan adat budayanya. Di Florasta ada alam dan budaya yang unik, memiliki kesatuan dalam keanekaragaman, unity in diversity.

Bioregion yang dimaksud adalah biodiversitas alam dan adat budaya, yang unity in diversity. Masyarakat adat budaya di wilayah Florasta adalah satu kesatuan dalam keragaman. Satu prinsip spiritualitas dan nilai adat budaya, sekaligus beraneka dalam corak warna kehidupan. Menurut saya, dari konteks ini lahirlah sejarah nama alam dan adat budaya Pulau Naga, yang disebutkan dan dihidupi dalam gaya dan bahasa masing-masing, yakni Nutja Lale di wilayah Manggarai – Ngadha, Nusa Nipa di wilayah Lio, Nuhan Naga Sawaria – Nuhan Ular di Krowe Tana Ai, Nuha Ula di Lamaholot.

Banyak konsep filosofi, spiritual dan ritual adat budaya berhubungan dengan nama Pulau Naga itu. Lalu fauna dan reptil yang berhubungan dengan Naga pun ada dalam wilayah Florasta, misalnya Reptil Komodo, Boa, Phyton, Sanca, aneka jenis ular lainnya.

Hal lain ialah soal adanya fosil stegedon, leluhur gajah, gading gajah dan mahar – belis dalam adat budaya menggunakan gading serta tata rias busana dengan simbol gajah dan gading.

Masih satu bioregion adalah model kampung komunitas adat budaya, dengan prinsip relasi spiritual kepada alam, leluhur dan Sang Pencipta, tetapi gaya dan corak yang beragam ada di wilayah Florasta ini.

Karya seni budaya, misalnya kerajinan tenun ikat, juga sama tradisinya tetapi beraneka motif dan maknanya dalam setiap komunitas bahkan pengrajinnya.

Inilah catatan kekhasan dari wilayah destinasi wisata Florasta yang juga mirip dengan destinasi di pulau Timor, Sumba, Rote, Semau, Sabu Raijua.

Wisata Adat Budaya dan Spiritual

Dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan wisata di Florasta, kiranya label yang istimewa adalah wisata adat budaya dan spiritual. Inilah keunikan, kekhasan dan keistimewaan khasanah adat budaya dan alam lingkungan yang dimiliki di Florasta. Inilah kekuatan yang harus dijaga, diandalkan dan diberdayakan.

Apakah komunitas pemilik adat budaya di Florasta yakin dan bangga, lalu mencintai, mensyukuri dan memelihara untuk dibagikan kepada sesama bangsa di dunia? Ataukah justru malu, tidak percaya diri dan sedang meninggalkannya karena berbagai alasan? Hanya komunitas pemilik adat budaya dan alam lingkungan di Florasta yang mampu menjawab.

Satu catatan penting, wisatawan umumnya datang mencari apa yang tidak dimilikinya, lalu bangga dan merindukan hal istimewa yang masih dibanggakan, dihidupi dan dicintai pemiliknya karena memberikan manfaat serta makna kehidupan. Wisatawan datang mau merasakan atmosfer harmoni, syukur dan kedamaian yang indah memesona dalam komunitas adat budaya dan alam lingkungan di destinasi wisata itu.

Florasta, jika memiliki keunikan itu, maka menjadi rumah surga bagi manusia yang sedang lapar dan dahaga akan kasih sayang, persaudaraan dan kedamaian natural seperti itu.

Sedangkan soal sistem manajemen pelayanan wisatawan, sarana dan prasara yang dikembangkan adalah sebuah keharusan dalam usaha pariwisata. Tentu dengan prinsip tidak merusak kekhasan, keistimewaan dan kesakralan adat budaya dan alam lingkungan, yang menjadi kekuatan utama dari destinasi obyek wisata Florasta.

 Sepenggal Doa dan Rindu Damba

Dalam konteks persoalan kemanusiaan zaman digital milenial, dengan berbagai keterasingan dan absurditas, kiranya pariwisata Florasta dijadikan destinasi istimewa untuk “human problems healing” destination. Setelah Bali, Florasta kiranya menjadi “hidden paradise”, tempat rasa lapar para wisatawan akan kemanusiaan hakiki dan keharmonisan kodrati bisa terpenuhi. Khasanah adat budaya dan alam lingkungan memberikan yang dirindukan setiap pribadi dan kelompok, karena di Florasta ada atmosfer  “sesama saudara” dan “we are one in brotherhood unity”.

Inilah sepenggal doa dan rindu damba untuk para pemangku kebijakan publik, khususnya di bidang pariwisata serta setiap pemilik komunitas adat budaya di Bumi Flobamora dan Florasta.

Akhirnya, destinasi wisata di Florasta dan bumi Flobamora, kiranya diberdayakan dan dikembangkan dengan konsep Bioregion Based Tourism, di mana ada biodiversitas adat budaya dan alam lingkungan yang unity in diversity. Kekuatannya adalah kekhasan adat budaya dan spiritual yang genuine dan kaya. Maka semboyan New Tourism Territory untuk wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur, bumi Flobamora dan Florasta sungguh realistis untuk diwujudnyatakan.

Dengan demikian, perjumpaan saling melengkapi dan saling memberi manfaat kemanusiaan secara hakiki dan berkelanjutan, dapat terjadi melalui model khas pariwisata di bumi Florasta – Flobamora tercinta.

 

Leave a Reply