Sat. Jul 27th, 2024

MENGEMBALIKAN INGATAN TENTANG DILI

Dili Tak Kembali

Oleh Yoseph Yapi Taum, mantan dosen Universitas Timor Timur, Dili 1990-1999. Sekarang, dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

 

TEMPUSDEI.ID (19 MARET 2021)

Ketika berkunjung ke toko buku Jual Buku Sastra (JBS), Yogyakarta, beberapa waktu yang alu, secara kebetulan saya menemukan sajak-sajak Dedi Tarhedi  yang dihimpun dalam kumpulan puisi Dili Tak Kembali. Dalam kata pengantar, Dedi menuliskan latar belakang terbitnya buku ini. Dia bermaksud mengisahkan pengalaman hidupnya di Dili, dimulai dari awal kedatangannya, tinggi dan berkenalan dengan orang Dili, jajak pendapat, meninggalkan Dili, dan sebuah kesimpuan akhir, “Dili Tak Kembali”.

Dalam waktu tak sampai satu jam, saya melahap semua puisi, yang sengaja ditata penyairnya secara kronologis. Semua nama tempat, nama orang, dan suasana permusuhan di tanah Dili dikisahkannya dengan ringan.  Bukit Fatumaca, Pantai Becora, Pantai Lecidere, Atauto. Iliomar, Ainaro, dan Lospalos adalah nama-nama yang sangat akrab di telingaku. Eurico Guterres (tokoh muda yang bertekat memilih integrasi dengan Indonesia) berhadapan dengan Xanana Gusmao, Ramos Horta, dan Uskup Belo yang menginginkan kemerdekaan. Kerusuhan di Jakarta, peraihan kekuasaan dari Soeharto ke BJ Habibie membuat Dili bergolak. Referendum yang diselenggarakan oleh PBB melalui UNAMET  dilaksanakan dengan terburu-buru, penuh intrik, dan memakam banyak korban jiwa. Hasilnya pun jelas: Timor Leste merdeka.

Dalam antologi ini ada kisah cinta yang menarik tetapi sekaligus mencekam. Penyair mengenal seorang perempuan Dili keturunan Portugis bernama Maria Da Silva Soares. Mereka terlihat saling mencintai, meskipun ada banyak hambatan rasial dan agama. Maria bahkan muncul membela penyair ketika para pendatang diteror. Maria pun bersimbah darah dihajar orang-orang yang sangat ingin merdeka. Ketika akhirnya penyair kembali ke Jawa, Maria pun ikut penyair dengan menumpang Kapal Dobonsolo. Di kapal ini ada orang tertembak. Penyair mencari-cari Maria di tiap impitan, dari dek paling bawah sampai dek paling atas. Ia berteriak menyeru nama Maria. Hingga turun di Jakarta, Maria sama sekali tidak ditemukannya.

Dua puluh tahun berlalu, penyair menulis kenangannya tentang Dili di dalam antologi tipis ini. Dia seperti bertutur dengan bahasa yang sederhana tanpa banyak metafora yang rumit. Membaca antologi puisi ini, kita seperti membaca puisi esai-nya Denny JA. Hanya saja Dedi Tarhedi tidak mencantumkan catatan kaki sebagai salah satu ciri puisi Esai.

Bagi orang-orang yang pernah hidup di Timor Timur – seperti saya yang tinggal selama sembilan tahun—buku ini dapat menjadi sebuah nostalgia mengenang sebuah wilayah yang kini sudah menjadi negara sendiri.

Dedi Tarhedi memiliki kemampuan untuk merangkum sejarah yang panjang, kompleks, penuh ketegangan, konflik, peperangan, kebencian, dan darah itu dalam puisi-puisi sederhana yang indah dan mengena.

JUDUL BUKU KUMPULAN PUISI:Dili Tak Kembali, PENYAIR: Dedi Tarhedi, PENERBIT: Tasikmalaya: Langgam Pustaka, TAHUN: Mei 2020, TEBAL: iv + 48

Related Post

Leave a Reply