Sat. Jul 27th, 2024
Yesus mengalami transfigurasi

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

TEMPUSDEI.ID (28 FEBRUARI 2021)

Pater Kimy Ndelo, CSsR

Injil hari ini mengisahkan peristiwa Yesus dimuliakan di atas gunung. Istilah umumnya “transfigurasi”. (Mrk 9,2-13). Peristiwa ini terjadi beberapa waktu menjelang penderitaan Yesus di Yerusalem; ditangkap, diadili dan dihukum mati.

Dalam cara tertentu peristiwa ini bisa dipahami dari kacamata pengalaman Abraham dan Ishak, yang juga dibacakan hari ini. Abraham diminta Allah untuk mempersembahkan anak tunggalnya.

“Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.”  (Kej 22,2).

Setelah perintah ini, Abraham tanpa berkata apa pun, mengajak anaknya pergi ke gunung bersama dua hambanya. Semua hal yang dibutuhkan dibawa serta, kecuali domba persembahan.

Bagi kita yang membacanya, kisah ini mungkin biasa-biasa saja. Tapi bagi Abraham ini sebuah pergumulan batin yang sangat menyesakkan. Diamnya Abraham adalah diamnya seorang yang terluka tanpa bisa menolak takdirnya.

Luka ini semakin menyayat tatkala anaknya yang keheranan bertanya, “Di manakah anak domba untuk korban bakaran ini?” Abraham tidak sampai hati menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya. Dia tak mau melukai anaknya yang sangat dikasihinya, jiwa dan masa depannya.

Rupanya Ishak pun menyadari situasi ini. Dia pun tak berani bertanya lebih lanjut. Dia diam melihat bagaimana persiapan persembahan itu, bahkan ketika dia diikat dan diletakkan di atas mesbah itu, dia juga diam dan pasrah.

Dua jiwa yang terluka tapi pasrah pada kehendak Allah merupakan puncak dari sebuah “ketaatan iman” yang sejati. Pada titik inilah sebuah transfigurasi terjadi. Korban persembahan, seorang anak manusia, diubah oleh Allah menjadi domba yang sesungguhnya. Abraham, dari seorang manusia biasa menjadi bapak orang beriman dan sumber berkat bagi umat manusia.

Kesediaan Abraham mengorbankan anak tunggalnya, Ishak, adalah prototipe/cerminan Allah yang juga rela mengorbankan Putera tunggal-Nya, Yesus Kristus, demi keselamatan umat manusia.

Pengalaman Yesus di atas gunung bersama ketiga murid-Nya adalah pengalaman “berada di ambang kematian”. Tak lama lagi dia akan memasuki Yerusalem dan di sana takdir-Nya menanti.

Sebagai manusia Yesus pasti mengalami pergulatan batin menghadapi peristiwa kematian tragis yang tak terhindarkan di depan mata. Jiwanya sedang terluka dan menderita. Dia butuh kekuatan agar tetap setia.

Karena itu Allah mengutus Musa dan Elia. Allah menunjukkan wajah Yesus nantinya. Dengan ini Allah mengubah wajah Yesus sambil seolah-olah hendak berkata:

“Jika Engkau taat pada rencana-Ku, inilah kemuliaan yang akan Engkau alami nanti. Engkau menjadi anak yang Kukasihi. Seperti inilah wajah kemuliaan yang akan menantimu”.

Allah tidak mengubah tragedi di depan mata karena yang Dia kehendaki adalah “ketaatan iman” untuk menyeberangi rasa sakit dan jiwa raga. Tapi hasil sebuah pengorbanan iman tak bisa diukur dengan segala kebahagiaan duniawi.

Karena ketaatannya, Abraham menjadi berkat untuk segala bangsa. Karena ketaatan-Nya, Yesus bukan hanya menjadi berkat, melainkan menjadi keselamatan bagi segala bangsa.

“Transfigurasi diri itu menyakitkan karena merontokkan sayap-sayap yang dipakai oleh jiwa untuk terbang” (Kilroy J. Oldster).

Salam dari Asrama Pewarta Injil Padadita, Waingapu, Sumba, NTT

Related Post

Leave a Reply