Sat. Jul 27th, 2024
Febry Silaban, Penulis buku YHWH: Empat Huruf Suci

Oleh Febry Silaban, penulis buku “YHWH: Empat Huruf Suci”

 

TEMPUSDEI.ID (15 FEBRUARI 2021)

Sampai saat ini masih banyak umat Katolik (termasuk imamnya sendiri) yang tidak tahu, bahkan salah kaprah memahami gelar yang disematkan di depan nama seorang imam atau pastor, yaitu RD dan RP. Salah kaprahnya, misalnya RD disangka kepanjangan dari “Romo Diosesan” atau disangka bermakna “Bapak yang Terhormat”. Loh, di mana salahnya?

Sebelum menelaah kedua singkatan tersebut, perlu diketahui bahwa ada dua kelompok imam, yaitu Imam Diosesan dan Imam Religius. Imam diosesan adalah para imam yang tergabung dalam suatu wilayah geografis yang disebut “dioses” atau keuskupan. Kata dioses berasal dari bahasa Yunani dioikesis (dia-oikesis: residensi atau tempat tinggal), yang secara etimologis menunjuk pada manajemen suatu rumah tangga. Imam diosesan atau sering disebut imam projo atau imam sekular berada di bawah pimpinan Uskup setempat, ditahbiskan untuk melayani umat dalam wilayah keuskupan.

Sedangkan imam religius atau ordo merupakan anggota komunitas religius, ordo, atau tarekat yang melaksanakan karya imamat mereka sesuai spiritualitas dan misi komunitas religiusnya. Seorang imam religius dapat berkarya di mana pun sesuai yang ditetapkan oleh pimpinan ordo/tarekat baginya. Para imam ordo atau religius (biarawan) ini tidak terikat oleh wilayah tertentu.

Untuk membedakan seorang imam termasuk kategori imam diosesan atau imam religius, dapat dilakukan dengan penulisan gelar di depan nama imamnya. Singkatan RD dan RP berasal dari bahasa Latin. RD merupakan kependekan dari Reverendus Dominus, yang berarti “Tuan yang Mulia/Hormat”. Ingat, adjektiva atau kata sifat di sini tidak menggunakan awalan “ter-“, sehingga bukan bentuk kata superlatif  “termulia” atau “terhormat”. Kata Latin dominus itu artinya tuan, bukan bapak/ayah. Namun, RD dalam bahasa Inggris memang dituliskan menjadi Reverend Father.

Di negara-negara Barat, gelar imam biasanya disingkat dengan “Rev.” yang merupakan kepanjangan dari The Reverend, entah imam diosesan maupun imam tarekat atau ordo. Sebagian lagi ada yang menggunakan gelar “Fr.”, yang merupakan kepanjangan dari Father (bukan “frater”, yang artinya “saudara”). Untuk pemimpin agama Protestan di Indonesia digelari “Pendeta” dan disingkat “Pdt.”, sementara pemimpin agama Protestan di negara-negara Barat banyak digelari Pastor atau The Reverend.

Selanjutnya, gelar Reverendissimus Dominus dipakai untuk gelar uskup, sehingga arti harfiahnya “Tuan yang TERhormat/TERmulia”. Jadi di sinilah baru ada makna superlatifnya, dengan penggunaan awalan “ter-“. Dalam bahasa Inggris, gelar tersebut menjadi The Most/Very Reverend Father, yang biasanya ditulis singkat dengan “Mgr.” (Monsignor). Kata Monsignor memiliki arti yang sama dengan kata Dominus, yang artinya “Tuan”. Lebih spesifik lagi, gelar The Very Reverend biasa dikenakan pada vikaris jenderal (vikjen) atau vikaris episkopal (vikep).

Saat ini di Indonesia, RD dipakai untuk gelar bagi Imam Diosesan. Contoh, RD Yohanes Sugiyo. Sebelumnya penulisan yang biasa dikenal adalah Rm. Yohanes Sugiyo, Pr. Di daerah Jawa seorang imam biasanya dipanggil “Romo”, sedangkan di daerah Sumatera Utara kebanyakan dipanggil “Pastor”. Di wilayah Keuskupan Agung Medan memang ada sebagian yang memanggil “Romo” untuk imam diosesan, terutama imam suku Jawa.

Lalu, untuk imam religius atau ordo, gelar yang dilekatkan padanya adalah RP. Kepanjangan RP adalah Reverendus Pater, yang artinya “Bapa yang Mulia” (tanpa awalan “ter-” juga). Di belakang nama imam tersebut kemudian dituliskan nama ordo atau tarekatnya. Contoh, RP Yohanes Sugiyo, OFM Cap. Sebelumnya penulisan yang akrab dipakai adalah [Pater] Yohanes Sugiyo, OFM Cap.

Masih banyak lagi gelar lain atau panggilan untuk kaum “berjubah” ini. Gelar-gelar tersebut sudah termasuk sebagai “fungsi/profesinya”, yang kemudian membuat agak membingungkan bagi sebagian umat. Contoh, “Frater”, “Bruder”, “Suster”, “Aspiran”, “Postulan”, “Novis”, “Diakon”, “Abas”, “Abdis”, “Rahib”, “Rubiah”, “Seminaris”, dll.

Ada lagi yang disebut Frater “kekal”, maksudnya dia tidak ditahbiskan menjadi Imam atau Pastor, misalnya frater-frater tarekat CMM; “Bruder” yang jelas-jelas memang tidak ditahbis menjadi Imam; Diakon “kekal” atau Diakon “tetap”, maksudnya dia tidak ditahbis juga menjadi Imam, contohnya St. Fransiskus dari Assisi; dan seterusnya.

Semoga uraian ini semakin mencerahkan dan tidak ada salah kaprah lagi. Nomen est omen, nama adalah tanda.

 

Related Post

One thought on “Salah Kaprah Penyebutan Gelar Imam RD dan RP”

Leave a Reply