
Darah terkait erat dengan nyawa dan hidup semua makhluk ciptaan terutama manusia. Di dalam darah ada nyawa dan hidup. Jika darah habis maka lenyaplah nyawa dan kehidupan.
Gereja Katolik menetapkan bulan Juli sebagai bulan khusus bagi seluruh umat untuk berdevosi kepada Darah Mulia Yesus, Darah yang paling berharga. Inilah Darah yang harus dibayar terlebih dahulu oleh Tuhan Yesus Kristus, agar dunia dan umat manusia dapat memperoleh keselamatan dan hidup kekal.
Oleh curahan darah-Nya, sejak dari balai pengadilan Pontius Pilatus dan sepanjang Jalan Salib, dengan klimaksnya di Golgotha di atas Salib, Yesus menebus dosa dan menyelematkan umat manusia, dan dengan itu Ia sesungguhnya melahirkan Gereja sebagai ”Israel Baru”.
Dan pada sisi Bunda Maria, dalam duka yang teramat mendalam karena sengsara dan wafat Yesus – ibarat seorang ibu yang menanggung derita sakit bersalin—untuk melahirkan anak-anak rohani yang beriman kepada Yesus.
Dengan begitu terpenuhilah nubuat ”Proto-Evangelium” dalam Kejadian 3:15 yang berisi nubuat tentang permusuhan antara keturunan ular (iblis) dan keturunan perempuan (Yesus Kristus), yang pada akhirnya akan memenangkan peperangan melawan kejahatan.
Dikatakan: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”
Sebelum kita menelusuri sejarah Devosi kepada Darah Mulia Yesus ini, baiklah kita menelusuri dahulu Tradisi Israel dan Sejarah Kekristenan Awal di Kekaisaran Romawi yang dipenuhi lumuran darah para martir.
Darah Anak Domba Paskah Israel
Kebenaran ajaran iman Kristen tentang ”Darah Penebusan Kristus” bagi keselamatan umat manusia berakar di dalam tradisi Israel tentang peristiwa penyelamatan umat Israel dari perbuakan Firaun di Mesir oleh ”Darah Anak Domba Paskah” yang dioles pada ambang pintu setiap rumah orang Israel.
Oleh Darah Anak Domba itu mereka bebas, terhindar dan selamat dari ancaman Malaikat Maut. Setelah itu mereka bebas dari cengkeraman Firaun dan keluar dari tanah penindasan menuju tanah kebebasan.
Sekitar tahun 1250 SM, bangsa Israel dijadikan budak di tanah Mesir, dan mereka berteriak minta tolong. Dan Allah Israel yang Mahakuasa mendengar jerit tangis mereka.
Kitab Keluaran 2:24 berkata, “Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub.”
Lalu Tuhan mengutus Musa untuk membebaskan mereka dari belenggu penindasan Firaun. Firaun masih tetap tegar hati dan tengkuk meskipun Tuhan dengan perantaraan Musa telah menjatuhkan atas Mesir sembilan tulah. Akhirnya, Tuhan menjatuhkan tulah kesepuluh, yaitu kematian anak sulung, baik anak sulung keluarga Mesir maupun binatang.
Agar bangsa Israel bebas dari kengerian tulah ini, maka Tuhan memerintahkan agar setiap keluarga bangsa Israel mengambil seekor anak domba jantan berumur satu tahun, tak bercela; menyembelihnya, dan darah anak domba itu dioleskan pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu dari setiap rumah di mana mereka makan daging anak domba yang dipanggang dengan roti tak beragi dan sayur pahit.
Oleh karena melihat darah anak domba pada setiap pintu rumah bangsa Israel, Malaikat Maut akan berjalan melewati rumah-rumah yang dilindungi darah anak domba.
Sebaliknya, Malaikat Maut itu akan merenggut nyawa anak-anak sulung dari rumah-rumah orang-orang Mesir yang tidak ada olesan darah anak domba.
Ketika Firaun menyaksikan kengerian tulah kesepuluh itu, ia akhirnya membiarkan orang Israel pergi untuk melakukan penyembahan kepada Allah Israel di gunung Sinai.
Dengan begitu, bangsa Israel keluar dari perbudakan menuju kebebasan, dari tanah dosa menuju tanah keselamatan yang dijanjikan, dan dari kematian menuju hidup baru.
Tampak jelas di sini, darah menjadi penyelamat-pembebas nyawa dan hidup. Tiada darah, lenyaplah nyawa dan hidup, lalu datanglah kematian.
Sanguis Martyrum, Semen Christianorum
“Sanguis Martyrum, Semen Christianorum” adalah ungkapan Latin yang berarti “Darah para martir adalah benih kekristenan”.
Dengan ungkapan ini, Tertullian, salah satu Bapa Gereja awal, teolog dan apologet Kristen pada abad ke-2 dan ke-3 Masehi, mau menegaskan bahwa pengorbanan dan mati syahid, orang Kristen menjadi pupuk bagi pertumbuhan benih-benih iman akan Kristus sekaligus pendorong, penyemangat dalam karya penyebaran Kekristenan.
Darah ini tercurah sejak peristiwa sengsara dan wafat Yesus di Golgotha, menyusul Stefanus, yang didaulat sebagai martir pertama Gereja, terus berlanjut dengan para rasul, mulai dengan pembunuhan rasul Yakobus, Saudara Yesus di Yerusalem, lalu umat Kristen awal di Roma pada zaman kaisar Nero, dan seterusnya melintasi segala zaman.
Ungkapan “Sanguis Martyrum, Semen Christianorum” ternyata bukan suatu ungkapan kosong.
Ungkapan tersebut memiliki makna yang mendalam dalam sejarah Gereja, karena seringkali iman Kristen justru berkembang pesat pada masa-masa ancaman penganiayaan oleh pihak penguasa dan atau pihak-pihak yang menganggap diri besar dan kuat.
Darah para martir menjadi simbol pengorbanan dan kesetiaan pada iman, yang pada akhirnya menarik orang lain untuk mengikuti jejak mereka.
Di dalam ungkapan ini tersirat makna bahwa pengorbanan berdarah dan kematian martir-martir, merupakan suatu tindakan kesetiaan pada iman yang paling ekstrem.
Kucuran darah itu justru menjadi benih yang tidak saja menumbuhkan iman akan kebenaran nilai-nilai kristiani tetapi juga menyuburkan pertumbuhan iman Kristen di kalangan orang-orang lain yang belum mengimani Kristus.
Konteksnya selalu terkait dengan macam-macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan – pengejaran, penindasan, penganiayaan yang tidak jarang berujung kematian, hambatan bahkan larangan beribadah, pelarangan pendirian rumah ibadah, pengrusakan rumah ibadah.
Hingga kini ungkapan ini tetap relevan dan karena itu harus diyakini oleh semua umat Kristen sebagai suatu kebenaran iman yang hakiki, bahwasanya iman Kristen itu akan bertumbuh subur di dalam dan melalui tantangan dan pengorbanan, bahkan ancaman bukan hanya pada masa damai dan kemakmuran.
Dengan kata lain, “Sanguis Martyrum, Semen Christianorum” bukan hanya sebuah ungkapan, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana iman Kristen bertumbuh dan bertahan melalui pengorbanan dan kesaksian para martir.
Devosi kepada Darah Yesus Yang Paling Berharga
”Devosi kepada Darah Yesus Yang Paling Berharga” adalah tradisi yang dijunjung tinggi dalam Gereja Katolik, yang berakar dalam pada meditasi kita tentang Sengsara Kristus.
Devosi ini adalah pengakuan khidmat akan kuasa penebusan pengorbanan Kristus, yang memperingati darah yang dicurahkan-Nya untuk keselamatan dunia.
Darah ini, yang tertumpah di Kalvari, terus memelihara jiwa kita dalam Ekaristi Kudus, dalam rupa anggur, yang dipersatukan dengan Tubuh-Nya dalam Sakramen Altar/Ekaristi.
Sepanjang sejarah Gereja, berbagai perayaan telah menghormati Darah Mulia ini. Akan tetapi, baru pada abad ke-19 devosi ini menjadi universal.
Pada tahun 1849, di tengah pergolakan Perang Kemerdekaan Italia Pertama, Paus Pius IX mencari perlindungan di Gaeta. Yang mendampinginya adalah Don Giovanni Merlini, Superior Jenderal ketiga dari Misionaris Darah Mulia.
Selama pengasingan ini, Merlini merekomendasikan untuk melembagakan perayaan universal yang didedikasikan untuk Darah Mulia sebagai permohonan untuk campur tangan ilahi dan perdamaian.
Menanggapi inspirasi ini, pada tanggal 30 Juni 1849, Paus Pius IX mengumumkan niatnya untuk menetapkan perayaan tersebut. Tak lama kemudian, perang mereda, dan Paus kembali dengan selamat ke Roma.
Pada tanggal 10 Agustus, ia secara resmi melembagakan Perayaan Darah Mulia yang dirayakan pada hari Minggu pertama bulan Juli. Kemudian, Paus Pius X menetapkan tanggal tersebut sebagai tanggal 1 Juli.
Meskipun kalender liturgi direvisi setelah Konsili Vatikan II dan perayaan tersebut tidak lagi wajib, Gereja mempertahankan Misa Votif Darah Mulia, dan bulan Juli secara tradisional tetap didedikasikan untuk misteri iman yang mendalam ini.
Selama bulan ini, umat Katolik diundang untuk merenungkan kasih Kristus yang tak terukur yang diungkapkan melalui penumpahan Darah-Nya. Inilah saatnya untuk merenungkan harga penebusan dosa kita, belas kasih Allah yang dicurahkan atas manusia, dan kuasa Ekaristi yang memberi hidup.
Doa Pembukaan Misa Votif Darah Mulia:
“Ya Allah, yang telah menebus seluruh dunia dengan Darah Mulia Putra Tunggal-Mu, peliharalah dalam diri kami karya belas kasih-Mu, sehingga, dengan senantiasa menghormati misteri keselamatan kami, kami dapat memperoleh buahnya. Melalui Kristus Tuhan kami. Amin.”
Doa Pribadi untuk Juli:
O Yesus, Engkau telah menyerahkan Diri-Mu sepenuhnya karena kasih, mencurahkan Darah-Mu yang Mulia untuk membersihkan dan menyelamatkan kami, kami menyembah-Mu.
Semoga Darah-Mu tercurah atas kami dan atas seluruh dunia—untuk belas kasih, perlindungan, dan kedamaian. Bersihkanlah dosa-dosa kami, sembuhkanlah luka-luka kami, dan satukanlah kami dalam kuasa kasih penebusan-Mu.
O Darah Kristus, harapan bagi mereka yang bertobat, penyegaran bagi jiwa-jiwa, sumber kasih karunia—selamatkanlah kami. Amin.
Semoga bulan Juli menjadi bulan penghormatan Ekaristi yang lebih mendalam dan pembaruan rasa syukur atas anugerah keselamatan melalui Darah Mulia Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus.
Benyamin Mali, mengolah dari berbagai sumber
