Sat. Jul 27th, 2024
Pater Remmy Sila, CSsR

Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Samoa, Provinsi Redemptoris Oceania

TEMPUSDEI.ID (31/1/21)

Gereja mengajak kita untuk mendengarkan Yesus, Sang Guru sejati dengan penuh perhatian. Yesus adalah Guru kita yang berbicara dengan penuh kuasa ilahi. Gereja juga mengingatkan kita tentang kehadiran nabi-nabi palsu dan konsekuensi berbicara bohong mengatasnamakan Tuhan.

Kitab Ulangan  18: 15-20 adalah salah satu bagian dalam Alkitab yang disebut sebagai nubuat Mesianik karena melalui nubuat dari Musa ini, Tuhan menjanjikan kepada kita sang Mesias. Dan janji ini akhirnya digenapi di dalam Yesus. Yesus sendiri memanggil para rasulnya untuk menjadi utusan-Nya. Kita wajib memperhatikan dan mendengarkan para utusan Tuhan. Karena, “Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, daripadanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.” (Ul 18: 19)

Sayangnya, dalam sejarah perjalanan umat manusia dari dulu sampai sekarang,  banyak bermunculan orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi Tuhan. Tuhan sudah mengetahui hal ini sejak awal. Oleh karena itu, Tuhan mengingatkan tentang nasib nabi-nabi palsu ini demikian: “Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati” (Ul 18: 20).

Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa mengenal dan membedakan mana yang nabi palsu? Untuk itu, Penginjil Matius memberi kita petunjuk demikian: “Waspadalah terhadap nab-nabi  palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu mengenal mereka” (Mat 7: 15-16). Untuk itu sangat dibutuhkan kewaspadaan, ketelitian dari setiap orang beriman dan pengawasan dari pihak Gereja khususnya hirarki sebagai penjaga dan penjamin kebenaran iman.

Berkaitan dengan hal ini, Santo Paulus dalam 1 Korintus 7: 32-35, memberikan salah satu contoh yang bagus dan sangat bijaksana. Santo Paulus memberikan nasihat yang sangat bagus tentang selibat dan pernikahan. Akan tetapi di awal nasihat ini, Santo Paulus dengan bijaksana sudah menambahkan demikian: “Sekarang tentang para gadis. Untuk mereka  aku tidak mendapat perintah dari Tuhan. Tetapi aku memberikan pendapatku sebagai seorang yang dapat dipercayai karena rahmat yang diterimanya dari Allah” (1 Kor 7: 25). Setelah itu, baru dia melanjutkan dengan memberikan pendapat pribadinya yang sangat bijaksana.

Meskipun Santo Paulus adalah seorang nabi resmi, dia mengetahui konsekuensi dari mengatakan “demikianlah firman Tuhan,” ketika Tuhan sama sekali tidak memerintahkan dia untuk mengatakan demikian. Jadi Santo Paulus hanya memberikan pendapat pribadinya yang merupakan hal yang bijaksana untuk dilakukan. Dalam hal ini dia tidak bisa dituduh sebagai nabi palsu.

Sedangkan dalam Injil Markus 1:21-28, tampak sekali bahwa Yesus sangat mencintai bangsa-Nya. Dia tidak pernah mempermainkan mereka demi mencari keuntungan. Dia selalu mewartakan kebenaran dari Allah Bapa-Nya dan berbuat baik kepada semua orang dengan kuasa ilahi dari Allah. Hal yang sangat berbeda dengan para ahli Taurat dan kaum Farisi yang sering menyelewengkan kebenaran dari Tuhan demi kepentingan mereka baik secara politis maupun ekonomis.

Yesus mengajar dengan penuh kuasa dan kuasa ini tidak didasarkan pada kepercayaan yang diberikan dunia atau berdasarkan kemampuannya untuk mengutip hukum Taurat dan kitab para nabi. Kekuasaan-Nya dalam berbicara berasal dari Bapa-Nya di surga. Kepercayaan satu-satunya adalah bahwa Yesus adalah Putera Allah. Oleh karena itu, seorang nabi sejati harus selalu bersandar pada Tuhan dan bukan pada kemampuan atau kehebatannya sendiri dalam mempermainkan kata-kata.

Tetapi perlu disadari bahwa seorang nabi asli pun bisa berbuat salah ketika ia mulai kehilangan fokus, mulai membanggakan diri dan menjadikan dirinya sendiri sebagai pusat perhatian.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa mendengarkan Yesus dan hanya mendengarkan nabi-nabi sejati yang sungguh-sungguh berbicara atas nama Tuhan dan bukan atas nama diri mereka sendiri. “Pada hari ini jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu” (Ibr 3: 15).

Tuhan memberkati.

Related Post

Leave a Reply