Garis Bengkok, Tulisan Lurus

Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial CSsR

Banyak orang tak tertarik dengan silsilah Yesus Kristus dalam Injil Matius seperti kita dengarkan pada malam Natal. (Sayangnya perikop ini jarang dibacakan karena liturgi memilih Injil Lukas untuk bacaan malam).

Apalah arti sebuah nama? Kira-kira begitu ucapannya. Tapi kalau tidak penting tentu penginjil Matius tidak gila menulisnya bahkan menempatkan di bagian paling depan dari kisah Injilnya.

Pentingnya di mana? Mari kita lihat. Silsilah dalam bentuk nama-nama yang disusun di atas dapat dibagi dalam tiga kelompok besar. Masing-masing kelompok 14 keturunan.

Kelompok pertama bisa disebut kelompok Patriark atau Bapa-Bapa bangsa; mulai dari Abraham sampai Daud.

Kelompok kedua bisa disebut kelompok raja-raja; dari Daud sampai Yekhonya.

Kelompok ketiga adalah kelompok bangsawan atau prince; dari Yekhonya sampai Kristus.

Pembagian ini didasarkan pada tiga tahap sejarah bangsa Israel. Tahap pertama bangkitnya Israel menjadi sebuah bangsa besar yang ditandai oleh Kerajaan Daud. Tahap kedua, kejatuhan kerajaan yang ditandai oleh pembuangan ke Babilonia. Tahap ketiga kebangkitan kembali bangsa Israel yang ditandai dengan lahirnya Mesias, yaitu Yesus Kristus.

Menariknya, sepanjang silsilah ini ada nama wanita yang disebut tetapi dengan reputasi yang tidak baik: Tamar, Rahab, Batsebha. Ketiganya mewakili wanita-wanita dengan kisah hidup yang negatif, sebagai pelacur atau wanita yang berzinah.

Pertanyaannya, mengapa Allah justru mengizinkan atau memungkinkan mereka terlibat dalam proses penyelamatan yang mulia dan suci?

Masuknya nama-nama di luar perhitungan ini justru untuk menekankan bahwa rahmat Allah jauh lebih penting ketimbang keutamaan manusia.

Dengan demikian setiap orang, terutama orang berdosa, boleh berharap dilibatkan dalam karya penyelamatan Allah. Atau minimal orang berdosa bisa berharap bahwa mereka pun ikut diselamatkan.

“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19,10).

Di mata manusia karya penyelamatan Allah yang penuh kuasa justru tampak dalam kelemahan. Raja penyelamat dunia justru lahir dalam kemiskinan.

Cara Tuhan ini hendaknya bisa mengubah cara pikir kita tentang bagaimana Allah berkarya. Tak bisa ditebak dan di luar nalar yang normal. Juga tak bisa dinilai dengan ukuran manusia.

Dengan kata lain, di atas garis bengkok pun Allah bisa menulis lurus.

Merayakan Natal dengan benar bukan terutama datang ikut misa pada malam Natal. Merayakan Natal yang sejati berarti menemukan karya Allah dalam diri orang-orang yang tidak masuk dalam hitungan: orang berdosa, orang miskin dan kecil, orang-orang sakit, orang-orang cacat dan terabaikan.

Natal bukan terutama sebuah PERAYAAN tetapi sebuah PENGHAYATAN.

Salam Damai Natal dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Weetebula, Sumba tanpa Wa.

Leave a Reply