Kuasa di Balik Kata-kata, Berkata-katalah yang Positif

Oleh Romo Felix Supranto, SS.CC

Romo Felix

Nelson Mandela, tokoh penentang rezim apartheid di Afrika Selatan, selama di dalam penjara tidak banyak bicara karena menyadari akibat bisa timbul. Satu dekade setelah pembebasannya, ia berkata, “Pengalaman selama 27 tahun mendekam di penjara telah mengajarkan saya untuk menggunakan kesunyian dan kesendirian itu guna memahami betapa berharganya perkataan, dan betapa kuat dampak perkataan terhadap hidup-mati seseorang”.

Prinsip Nelson Mandela tersebut mengingatkan kita  bahwa apa yang kita pikirkan dan katakan jauh lebih kuat dampaknya daripada yang kita sadari.   Kata-kata yang keluar dari mulut kita itu bukannya tanpa isi dan tidak membahayakan. Perkataan itu dipenuhi dengan kuasa. Penuh kuasa ini berarti memiliki dampak yang luar biasa, baik positif ataupun negatif.

Karena Allah hanya menciptakan  kita dengan satu mulut, kita harus memilih antara perkataan yang memiliki kuasa positif atau negatif.  Kita dapat memberkati atau mengutuki dengan perkataan yang keluar dari mulut kita. Kita dapat membangun atau membuat orang bercucuran air mata.  Kita bisa membuat orang tertawa atau menangis.

Sebagai seorang beriman, kita tentu harus  memilih  perkataan yang positif. Perkataan yang positif meningkatkan terang. Meningkatkan terang berarti  memberi inspirasi, peneguhan, dan semangat.  Perkataan yang menginspirasi dan meneguhkan dapat membangkitkan yang terpuruk dan memberikan harapan bagi yang putus asa.  Perkataan yang baik itu menyenangkan Allah. Perkataan  yang menyenangkan Allah  pasti menyenangkan setiap orang. Sebaliknya, perkataan yang negatif, destruktif, penuh kritik yang tak konstruktif, provokatif yang tak logis akan menguburkan kehidupan orang. Kata-kata yang negatif pasti mendukakan Allah. Orang yang memiliki kebiasaan berkata negatif tidak banyak disukai orang.

Pendek kata, perkataan memiliki  daya untuk menghidupkan ataupun mematikan sebagai konsekuensinya.

Perkataan yang negatif atau positif yang keluar dari mulut kita akan kembali kepada kita. Ketika kita berkata di lubang sumur: “Kamu baik”,  maka dari dalam sumur akan terdengar perkataan yang sama. Ketika kita berteriak dari bawah gunung: “Kamu jelek”, maka kita akan mendengar  kata yang sama dari gunung tersebut. Pendek kata, perkataan yang kita lontarkan akan menjadi berkat atau kutukan bagi diri kita sendiri karena perkataan kita adalah doa kita.

Karena setiap perkataan akan kembali kepada kita, kita hendaknya  membiasakan diri untuk mengucapkan perkataan yang baik: “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia” ( Efesus 4 : 29 ). Caranya adalah sebelum berbicara, kita harus berpikir apakah perkataan kita itu benar, pantas diucapkan, penting, dan berguna.

Ketika kita sudah membiasakan diri berkata positif, perkataan itu akan menghidupkan orang lain dan diri kita sendiri. Setiap perkataan yang sia-sia akan kita pertanggungjawabkan kepada Allah: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya  pada hari penghakiman.  Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum” (Mateus 12 : 36 – 37). Karena itu, di masa sulit ini, kita menghindari kata-kata provokatif dan penuh dengan kebencian, tetapi mengedepankan perkataan yang positit. Dengan demikian, kita akan tidak terpuruk dalam situasi yang semakin buruk, tetapi akan dimuliakan.

Kesimpulan dalam permenungan ini adalah mulut orang yang berpikiran sempit senantiasa terbuka lebar penuh kritikan dan cacimakian.  Sebaliknya, semakin bijaksana seseorang, maka semakin bijak pula ia menjaga perkataannya karena di dalam mulutnya menyimpan banyak berkat atau kutukan bagi dirinya sendiri.

Salam Tangguh!!

Leave a Reply