Tue. Aug 26th, 2025

Suara PP PMKRI di ATF 2025: Mengajak Beraksi Nyata dalam Menghadapi Krisis Lingkungan dan Intoleransi

PMKRI bersuara di ATF 2025

YOGYAKARTA– Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) melalui Presidium Hubungan Luar Negeri, Ferdinandus Wali Ate, kembali bersuara dalam kancah internasional.

Dalam ajang Asian Youth Academy (AYA) – Asian Theology Forum (ATF) 2025 yang berlangsung selama 11 hari di Taman Eden 2, Yogyakarta, PMKRI membawa isu strategis: krisis lingkungan, intoleransi, dan perlindungan hak masyarakat adat (Indigenous People).

Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara Asia seperti Korea Selatan, Vietnam, Laos, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, India, Nyammar, Nepal, Bangladesh, Germany dan Indonesia, menjadikannya ruang dialog teologi yang kaya perspektif lintas budaya dan iman.

“Keterlibatan kami bukan sekadar hadir, tetapi mengajak generasi muda Asia melihat bahwa isu lingkungan dan keberagaman bukan persoalan lokal, melainkan global,” tegas Ferdinandus Wali Ate, Presidium Hubungan Luar Negeri PP PMKRI 2024–2026.

Data Mencengangkan dari Indonesia

Dalam forum tersebut, PMKRI menyoroti data terkini terkait kondisi lingkungan di Indonesia.

PMKRI mengemukakan data berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2024 yang menyatakan bahwa deforestasi Indonesia mencapai 104 ribu hektare per tahun, salah satunya terjadi di Papua dan Kalimantan.

Raja Ampat, ikon pariwisata dunia, kini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas ilegal seperti pengeboman ikan dan limbah pariwisata yang tidak terkendali. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Indonesia 2024 berada di angka 67,45, menandakan perlunya percepatan mitigasi perubahan iklim.

“Jika Raja Ampat rusak, kita kehilangan bukan hanya ekosistem laut, tetapi juga identitas bangsa,” tambah Ferdinandus dalam sesi diskusi lingkungan.

Menguatkan Toleransi dan Hak Masyarakat Adat

PMKRI juga menegaskan komitmen melawan intoleransi dan memperjuangkan hak masyarakat adat.

Catatan Komnas HAM menunjukkan bahwa sepanjang 2024 terdapat 127 kasus konflik agraria yang mayoritas melibatkan masyarakat adat.

“Masyarakat adat adalah benteng terakhir penjaga hutan dan laut. Mengabaikan mereka berarti menghancurkan masa depan kita,” kata Ferdinandus.

Forum AYA-ATF menjadi wadah bagi PMKRI untuk mengajak negara-negara Asia membangun solidaritas ekologis dan keberagaman iman, dengan menekankan kolaborasi lintas batas dan lintas iman.

Kolaborasi Nyata dan Harapan Baru

Selain diskusi, forum ini melahirkan komitmen bersama untuk mendorong aksi nyata, termasuk program edukasi lingkungan berbasis komunitas, advokasi kebijakan hijau, serta penguatan peran pemuda lintas agama di tingkat Asia.

“Kami berharap setelah forum ini, suara pemuda Asia tidak berhenti di ruang diskusi, tetapi menjadi gerakan bersama yang menyelamatkan bumi dan memuliakan martabat manusia,” pungkas Ferdinandus. (tD)

Related Post