
Yang namanya penjudi, ada di mana-mana. Dan apa pun mereka jadikan sebagai materi perjudian. Tentang siapa yang akan terpilih sebagai paus pengganti Paus Fransiskus, juga jadi taruhan mereka. Tidak main-main jutaan dollar uang yang mereka pertaruhkan.
Hal semacam inilah yang diantisipasi oleh Vatikan sendiri sehingga melakukan konklaf dalam keheningan, jauh dari ingar-bingar, polling, dan sebagainya. Mereka yang ”tidak berkepentingan” dengan konklaf, tidak boleh berada dalam ruangan yang dikenal dengan istilah extra omnes.
Para kardinal elektor memasuki ruangan konklaf tanpa membawa serta alat komunikasi dalam bentuk apa pun. Bahkan jaringan telepon di Vatikan dimatikan, serentak dengan pelaksanaan konklaf pada 7 Mei 2025 lalu.
Para Kardinal di ruangan konklaf menggunakan waktu untuk berdoa, berefleksi dan bermeditasi untuk memohon pertolongan Roh Kudus agar menuntun mereka memlih seorang kardinal yang tepat untuk menjadi Paus. Dan wawasan tentang sosok paus seperti apa yang dibutuhkan Gereja, sudah menjadi bahan diskusi mereka pada pra konklaf.
Jadi siapa pun yang terpilih, bukan karena pengaruh tekanan dari luar, apalagi karena taruhan yang bergelimang uang itu.
Pemungutan suara akan dilakukan empat kali dalam sehari; dua kali pada pagi hari dan dua kali pada sore hari. Jika sudah ada paus terpilih, maka akan keluar asap putih dari cerobong Kapel Sistina.
Asap putih ini hasil dari pembakaran surat suara yang sudah dihitung secara cermat. Mengapa yang keluar asap putih? Karena kertas-kertas suara yang dibakar itu dicampur kalium klorat, laktosa, dan resin kloroform.
Jika belum ada paus terpilih, maka asap yang keluar dari cerobong asap Kapel Sistina berwarna hitam. Asap tersebut menjadi hitam karena kertas suara yang dibakar dicampur kalium perklorat, antrasen, dan belerang (sulfur).
Taruhan Judi
Seperti dilansir oleh media Catholic News Agency (CNA), Polymarket, platform taruhan berbasis mata uang kripto yang populer, mengawasi taruhan senilai lebih dari $18 juta untuk konklaf kepausan. Platform lain, Kalshi, mengelola hampir $6,7 juta.
Polymarket mencantumkan Sekretaris Negara Vatikan Kardinal Pietro Parolin sebagai favorit untuk dipilih dengan peluang 27% dan menempatkan Kardinal Filipina Luis Antonio Tagle di posisi kedua dengan peluang 22%. Kardinal yang berada tepat di bawah mereka termasuk Matteo Zuppi dengan 11%, Pierbattista Pizzaballa dengan 10%, dan Peter Erdo dengan 7%.
Petaruh dapat “membeli” calon pemenang, yang berarti mereka bertaruh pada orang tersebut untuk dipilih sebagai paus, atau mereka dapat “menjual”, yang merupakan taruhan bahwa kardinal tersebut tidak akan dipilih. Pembayaran khusus untuk setiap taruhan bergantung pada peluang yang ditetapkan pada platform.
Di Polymarket, lebih dari $1,3 juta telah dipertaruhkan untuk pencalonan Tagle, dan $1,3 juta lainnya telah dipertaruhkan untuk Kardinal Belanda Willem “Wim” Eijk, yang diberi peluang 1%. Lebih dari $1 juta juga telah dipertaruhkan untuk Parolin, Kardinal Peter Turkson, dan Kardinal Robert Sarah.
Ketidakpastian konklaf kepausan
Keterbatasan pengetahuan atau informasi para bandar taruhan dan masyarakat umum tentang sisi dalam ruang konklaf membuat taruhan dilanda ketidakpastian.
Proses konklaf kepausan berjalan sangat rahasia, dan kurang atau tidak ada kampanye publik yang bisa memberi gambaran tentang sosk-sosok tertentu yang berpeluang menjadi paus, dan yang bisa memengaruhi para kardinal elektor dalam menentukan pilihan.
Tom Nash, seorang apologis kontributor untuk Catholic Answers, mengatakan kepada CNA bahwa sudah jelas siapa kardinal paling terkenal yang akan menghadiri konklaf, tetapi itu tidak serta-merta menunjukkan bagaimana mereka dianggap sebagai papabili di mata sesama kardinal elektor.”
“Saya pikir beberapa kardinal yang tampil baik di antara para pembuat peluang dan media, termasuk karena peran penting yang mereka miliki di bawah Paus Fransiskus, mungkin sebenarnya memiliki peluang lebih kecil daripada beberapa lainnya yang dianggap sebagai kandidat yang tidak mungkin,” katanya.
Menurut catatan Nash, menjelang konklaf kepausan 2013, Kardinal Angelo Scola menurut banyak orang akan melanjutkan pencapaian Paus Santo Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI.
Namun ternyata dia tidak mendapatkan mayoritas dua pertiga suara yang dibutuhkan. Para kardinal akhirnya memilih Kardinal Jorge Mario Bergoglio, yang mengambil nama kepausan Fransiskus.
Para kardinal telah bertemu dalam lebih dari seminggu kongregasi pra-konklaf, tetapi seperti yang ditunjukkan Nash, konklaf tersebut tidak terbuka untuk umum.
“Semakin publik prosesnya, semakin besar kemungkinan para kardinal dapat dipengaruhi secara negatif oleh berbagai cara pemaksaan, termasuk dari para pemimpin politik,” katanya. “Dan berbagai pihak telah mencoba memengaruhi proses pemilihan paus selama berabad-abad.”
Nash mencatat bahwa konstitusi apostolik Universi Dominici Gregis tahun 1996 meminta para kardinal untuk tidak menerima atau mengirim pesan di luar Kota Vatikan selama proses pemilihan dan melarang peserta konklaf menerima surat kabar, mendengarkan radio, atau menonton televisi.
Dokumen yang sama melarang “Pakta, kesepakatan, janji, atau komitmen lain dalam bentuk apa pun” untuk memilih orang tertentu, tetapi tidak melarang pertukaran pandangan sebelum pemilihan atau diskusi selama konklaf yang membantu mencapai konsensus.
“Kongres pra-konklaf memberi para kardinal pemilih kesempatan yang cukup untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari sesama pemilih,” kata Nash.
“Dan mereka yang berusaha berkampanye secara terbuka untuk diri mereka sendiri atau orang lain, mereka akan merusak kredibilitas dan pencalonan mereka sendiri,” punkas Nash. (EDL/CNA)
