
Oleh Pater Willy Ngongo Pala, CSsR
Berpulangnya Pater Wilfried Lienesch, CSsR, pada 22 Januari 2025 di Biara Redemptorist, Trier, Jerman, meninggalkan kenangan mendalam bagi banyak orang, khususnya umat di Paroki Kristus Raja, Waimangura, Keuskupan Weetebula.
Pater Wilfried adalah missionaris Redemptorist asal Jerman terakhir yang pernah berkarya di Indonesia, menandai akhir dari generasi para missionaris Redemptorist asal Jerman di negeri ini.
Pater Wilfried pulang ke Jerman pada tahun 2000 dan digantikan oleh Pater Thomas Wungo, CSsR. Setelah itu, ia bertugas di Generalat Redemptorist di Roma, di mana ia dipercaya mengelola jaringan internet—hobi sekaligus keahliannya. Sosoknya dikenal sebagai seorang pastor yang disiplin, berhati untuk orang kecil, dan penuh dedikasi dalam karya pastoralnya.
Pater Barnabas Bili Ngongo, CSsR berbagi kesannya tentang Pater Wilfried. “Yang paling berkesan dari dia adalah kedisiplinan waktunya. Kalau sudah janji dengan orang dan mereka datang terlambat, dia tidak akan menunggu. Dia langsung pergi!” kata Pater Barnabas
Selain disiplin, ia juga memiliki kepedulian besar kepada mereka yang kecil dan lemah. Ketika Pater Wilfried pergi liburan, ia mempercayakan paroki kepada Pater Barnabas dengan pesan, “Barnabas, ini ada uang di brankas. Dana sosial untuk orang miskin. Kalau ada yang butuh, ambil. Tapi jangan tanggung semua.”
Saat kembali dari libur, hal pertama yang ia tanyakan adalah, “Apakah umat kita lapar?” Ia berusaha mendidik umat agar mandiri dan berdaya.
Pater Wilfried memiliki visi yang jelas dalam pembangunan gereja. “Saya akan membangun kalau fondasi sudah rata,” katanya. Jika umat belum siap atau tidak menunjukkan tanggung jawab, ia sering menyebut mereka sebagai “wereng”.
Ia juga sangat perhatian terhadap para guru agama. Untuk mendukung mereka, ia bahkan membelikan sepeda. Setiap Sabtu, ia rutin mengadakan pertemuan untuk guru agama. Namun, bagi mereka yang tidak taat dan malas hadir, ia kembali menyebut mereka sebagai “wereng”.
Ada banyak cerita unik tentang Pater Wilfried yang membuat umat mengenangnya dengan senyuman. Misalnya, setiap kali ia mengendarai mobil ke stasi, ia selalu memarkir mobilnya menghadap jalan pulang agar mudah kembali.
Akibatnya, ia sering tidak makan di stasi. Jika ada yang mendadak ingin ikut mobilnya, ia akan berkata, “Ban ini hanya cukup untuk saya.”
Namun, jika ia sudah berjanji, ia akan setia menunggu tapi harus tepat waktu. Jika tidak, maka dia akan berangkat.
Salah satu kisah lucu yang diceritakan Pater Herman Yosef, CSsR (Alm) terjadi saat ia mengunjungi Pastoran Waimangura.
Ketika hendak pamit setelah berbincang, Pater Wilfried memintanya makan siang bersama. Dua minggu kemudian, Pater Herman kaget karena Pater Wilfried menyerahkan tagihan makan siang itu di Konventu Weetebula.
”Pater Herman tidak protes dan membayarnya. Namun, ketika Pater Wilfried meminta bantuan membuat buku panduan, Pater Herman menyelesaikannya dengan cepat dan kemudian membalas dengan tagihan yang jauh lebih mahal,” cerita Polce Parera.
Kenangan yang Abadi
Pater Wilfried adalah pribadi yang disiplin, penuh kasih, dan ramah. Ia meninggalkan jejak mendalam di hati umat dan rekan-rekannya dengan keunikannya.
Kini, ia telah kembali ke pangkuan Sang Penebus, bersatu dengan para missionaris yang telah mendahuluinya.
Selamat jalan, Pater Wilfried Lienesch, CSsR. Warisan kasih dan dedikasimu akan selalu hidup dalam kenangan kami.