Fri. Jul 26th, 2024

Eleine Magdalena Sengkey, Doktor Teologi Katolik Perempuan Pertama Lulusan Indonesia

Lulus dengan predikat Cum Laude atau sangat memuaskan pada ujian disertasinya di STFT Widya Sasana Malang pada 23 Maret 2024, Eleine Magdalena meraih gelar doktor teologi. Dengan gelar ini, penulis buku Menjadi Kekasih Suami dan Kekasih Tuhan ini mencatatkan diri sebagai perempuan Katolik pertama yang meraih gelar doktor teologi di Indonesia.

Di hadapan para penguji, antara lain Prof Dr Armada Riyanto CM, Prof Dr Mgr H. Pidyarto dan Prof Dr Anita Lie, Eleine berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Aplikasi Teologi Detachment Santo Yohanes Salib dalam Perkawinan yang Menderita.

Dari penelitiannya, Eleine menemukan bahwa hidup perkawinan beberapa perempuan berada dalam penderitaan. Kata Eleine, sebagian perempuan menghadapi dan menjalani penderitaan itu sebagai jalan transendensi diri menuju persatuan dengan Tuhan karena memperdalam relasi dengan Tuhan, menumbuhkan iman, harapan dan memurnikan kasih.

Sebagian perempuan lagi melihat penderitaan sebagai jalan pengembangan diri. Walaupun melewati jalan yang benar-benar gelap, mempertahankan perkawinan menjadi jalan yang membawa mereka pada pertumbuhan rohani dan perkembangan diri.

Dalam penelitian ini, ibu dari dua anak tersebut menemukan bahwa keterikatan manusia pada segala yang bukan Allah, baik indrawi maupun rohani menjadi penghalang untuk menikmati keindahan hidup dan menziarahi jalan kekudusan dalam hidup perkawinan. Bahkan keterikatan yang tidak teratur inilah penyebab dari banyak penderitaan dalam relasi suami-istri. Dan menurutnya, aplikasi teologi detachment Santo Yohanes Salib dapat menjadi treatment dari sudut spiritualitas bagi keluarga yang sedang menghadapi masalah atau perkawinan yang menderita.

Detachment menolong perempuan menumbuhkan kebajikan dan melepaskan ikatan yang membebani perempuan untuk bertumbuh sebagai pribadi yang kuat. Detachment menolong perempuan berkembang dalam iman, harapan dan kasih justru di tengah situasi terbatas dan situasi menderita dalam perkawinan.

Perkawinan dan detachment Yohanes Salib menyentuh ranah yang sama yaitu tentang manusia. Detachment inilah yang harus dicari dan diusahakan oleh pasangan suami-istri agar keterikatan dalam perkawinan benar-benar menjadi keterikatan yang bersifat spiritual.

Dr. Eleine Magdalena usai dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. (EDL)

Dengan menghayati detachment, suami-istri dapat menumbuhkan semangat berkorban dalam perkawinan mereka, melepaskan keinginan pribadi dan mencari kehendak Tuhan. “Mereka menyadari bahwa tujuan tertinggi perkawinan bukan sekadar kebahagiaan pribadi tapi pengudusan dan persatuan dengan Tuhan,” kata Eleine.

Menurut Eleine, ajaran Santo Yohanes Salib mengenai detachment relevan bagi kebahagiaan suami-istri karena pemurnian cinta manusiawi yang menjadi Ilahi menolong suami istri melepaskan cinta diri yang tidak teratur. Teologi detachment sebagaimana diajarkan St. Yohanes Salib relevan bagi perempuan yang yang mengalami penderitaan dalam perkawinan, namun tetap ingin mempertahankan perkawinannya.

Detachment menolong perempuan untuk mengampuni dan melepaskan memori masa lalu yang menyakitkan dan membangun pengharapan hanya kepada Tuhan.

Teologi detachment sebagai syarat menjadi murid Kristus makin dihayati oleh awam sebagai jalan kekudusan. Penderitaan dalam hidup sehari-hari dapat menjadi ‘panggilan’ untuk menempuh jalan detachment menuju kekudusan.

Diharapkan, dengan melihat penderitaan perkawinan dalam terang teologi detachment St. Yohanes Salib, pasangan suami istri mengenali jalan penderitaan ini sebagai malam gelap yang menumbuhkan iman, harapan dan kasih menuju kekudusan. Harapannya dengan melihat penderitaan dalam terang teologi detachment St. Yohanes Salib, banyak pasangan menemukan jalan kekudusan justru di tengah penderitaan.

Tuhan Membelokkan

Kalau memutar jarum jam, sesungguhnya, sejak kecil Eleine Magdalena tekun menganyam dan merawat cita-cita menjadi seorang wanita karier dengan jabatan mentereng nan berkibar-kibar.

Untuk itu, Eleine dengan sadar membekali diri dengan ilmu dan soft skill lainnya, termasuk dalam berorganisasi. Boleh dibilang, prestasinya di bangku sekolah dan kuliah sangat mungkin mengantarnya ke pelataran cita-cita itu.

Namun apa yang terjadi? Sejak menikah, dia berhadapan dengan realitas lain yang membuat cita-citanya tertahan. Ada semacam keterikatan. Dia pun kecewa. Barangkali, inilah cobaan atau tantangan atau “malam gelap” paling berat dalam hidupnya.

Setelah bergumul berat dengan situasi, dia lalu berdamai dengan dirinya dan situasi itu sendiri. Beruntung Eleine sudah terbiasa menggumuli dan menghadapi apa pun bersama Tuhan. Dia selalu membawa dalam doa.

Dalam pergumulannya dengan Tuhan itu, Eleine menemukan “pegangan”, yakni tetap menjadi wanita karier, namun untuk Tuhan. Eleine lalu memperbaiki hidup doa dan  relasi dengan Tuhan. Dia terjun dalam aneka pelayanan, antara lain menjadi pembicara publik di lingkungan gereja dan menulis sejumlah buku.

Untuk menambah bobot pelayanannya, ibu dua orang anak ini pada 2019 menempuh studi doktoral bidang Teologi di  Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana Malang. Baginya, usia tidak menjadi alasan untuk berhenti belajar.

Lantas, khusus tentang studi teologinya, apa impian wanita kelahiran 1971 ini? Sebagai orang yang aktif dalam berbagai kegiatan Gereja dan pelayanan, teolog yang juga youtuber ini merasa ilmunya masih sangat kurang. “Makanya saya studi lagi. Soalnya, setelah hampir 25 tahun melayani sebagai pewarta, pengajar dalam retret, rekoleksi, seminar, dan lain-lain, rasanya bekal saya masih sangat kurang. Saya sangat bersyukur dapat kesempatan ini,” jelasnya penuh takzim suatu saat.

Akunya, selama melayani, ia tidak memiliki banyak kesempatan untuk memperdalam ilmu, membaca hal baru, dan meneliti. Akibatnya, dia hanya mengulang-ulangi hal yang sama selama melayani, dan ini membuat dia tidak berkembang atau kurang maksimal.

Yang membuatnya semakin bersyukur, dia tidak perlu meninggalkan keluarga untuk menempuh studi doktoralnya ke luar negeri. Maklum selama ini, jika ingin mengambil studi doktoral bidang Teologi Katolik, seseorang harus ke luar negeri. Karenanya ketika STFT Widya Sasana Malang membuka program doktoral, dia langsung mendaftar dan ternyata diterima. Rasa syukurnya kian bertambah karena suaminya Paulus Singgih Hendra Wijaya mengizinkan dan memberi dukungan penuh. (EDL)

 

Related Post