Tue. Nov 5th, 2024
Eleine Magdalena

Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller

Sering kali kita melihat orang jahat, koruptor atau penipu di negeri ini hidup baik-baik saja bahkan bertambah makmur. Seperti tertulis dalam Mazmur 73:4: “Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain”.

Di sisi lain, banyak rakyat yang kehilangan rumah bahkan keluarga karena banjir. Penebangan kayu secara ilegal menyebabkan banjir dan tanah longsor. Pertambangan merusak lingkungan dan tak membuat sejahtera masyarakat setempat.

Banyak daerah tambang ditinggalkan perusahaan yang menambang tanpa mengolah limbahnya dan memperbaiki lingkungan yang rusak. Rakyat menanggung kerugian.

Lingkungan untuk mencari nafkah menjadi rusak. Sebagian lagi penduduk sakit karena limbah. Hidup rakyat kecil makin susah.

Walaupun kita tahu bahwa Tuhan itu baik, namun kita bisa saja menjadi iri hati atau marah melihat perbedaan “nasib” antara orang jahat yang semakin kaya dan orang lemah yang semakin menderita.

Akibatnya, banyak orang menempuh jalan pintas supaya cepat kaya.

Sering kita terkecoh dengan keadaan dunia ini. Pemazmur pun hampir saja terpeleset sehingga dituliskan dalam Mzm 73:2: “Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik”.

Apakah dapat dibenarkan melakukan sesuatu yang melawan hukum asal mendapat uang banyak?

Tentu saja tidak. Janganlah kita disilaukan oleh kekayaan yang didapat dari hasil yang tidak benar. Karena apa? Kekayaan dan kekuasaan yang didapat dengan cara tidak benar dapat membuat orang semakin congkak. Ini dituliskan dalam Mzm 73:6: “Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati”.

Sebagian dari kita telah kehilangan rasa berdosa. Berbuat salah, namun dengan bangga menceritakan kesalahannya. Berbuat jahat demi kekayaan dan kekuasaan dianggap biasa.

Pemazmur datang kepada Tuhan dengan kegundahan dan segudang pertanyaan akan ketidakadilan yang dilihat dan dialaminya. Kita memahami bagaimana pergumulan batin pemazmur: “…mereka menambah harta benda dan senang selamanya” (ay 12b).

Sehingga pemazmur kembali bergumul dalam batinnya: “Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih,…namun sepanjang hari aku kena tulah” (ay 13a, 14a)…tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memerhatikan kesudahan mereka (ay 16-17).

Beruntunglah pemazmur mempunyai iman sehingga ia dapat menanggung segala pertanyaan yang berkecamuk di hatinya.

Dalam krisis iman pemazmur datang kepada Tuhan dan masuk ke tempat kudus Tuhan (ay 17) dan mendapat pengertian tentang akhir jalan hidup orang fasik: mereka ada pada jalan yang licin yang dapat menjatuhkan atau membinasakan mereka (18-20).

Di sinilah letak jawaban dari pengharapan pemazmur: “Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kau taruh mereka. Kau jatuhkan mereka sehingga hancur. Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap,…Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina” (ay 18-20).

Selanjutnya kita lihat pada ayat-ayat berikutnya pemazmur merenungkan kembali bagaimana sesungguhnya dalam kesusahan hatinya ia tetap ditolong oleh Tuhan.

Ketika pemazmur tetap memelihara pengharapannya di tengah segala himpitan hidup dan tekanan orang jahat di sekitarnya, pada saat itu Allah memegang tangan kanannya (ay 23).

Akhirnya pemazmur dapat mengakui bahwa hanya ada satu kuasa yang terbesar di surga maupun di bumi. Pemazmur bisa mengambil kesimpulan bahwa hanya Tuhan saja yang diinginkannya di dunia ini. Dia tentu menyadari betapa tidak berharganya kekayaan yang didapat dengan cara tidak halal.

Tidak dapat dibandingkan dengan pertolongan Tuhan yang dialaminya tepat waktu. Bagi pemazmur segala penderitaan karena kebenaran tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pengenalan akan Allah.

Kini pemazmur makin menyadari bahwa walaupun tampaknya ia menderita namun keyakinannya kepada Tuhan tidak akan goyah: “sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” (ay 26).

Ia sudah melihat bagaimana orang yang hatinya jauh dari Allah dan melakukan segala tindakan bodoh yaitu melanggar perintah Allah akan mengalami kebinasaan.

Sekali lagi sebagai penutup, Pemazmur meneguhkan pilihannya bahwa Ia akan selalu tetap dekat Allah apa pun risikonya karena Ia percaya hanya pada Allah ada keselamatan.

Ia akan tetap menantikan pertolongan Tuhan di tengah pergumulan dan pengharapannya sehingga Ia dapat menceritakan kemuliaan Tuhan dan segala kebaikan-Nya.

Keadaan pemazmur ini mungkin tidak banyak berubah. Orang fasik akan ada terus di sekitarnya. Dia akan tetap menyaksikan banyaknya ketidakadilan dan bahwa orang jahat akan menekan orang lemah dan miskin.

Namun kini pemazmur dengan yakin tetap akan berpegang pada kehendak Tuhan. Ia menyaksikan dalam persatuannya dengan Tuhan bahwa orang fasik itu hanya sementara saja merasakan segala kenikmatan itu namun akhirnya akan menemui kebinasaan karena kekerasan hati dan pilihannya sendiri.

Inilah yang sering disembunyikan oleh iblis, yaitu akhir dari perjalanan manusia yang hidup terpisah dari Allah.

Seperti pemazmur kita pun sering terkecoh jika melihat kenyataan di sekitar kita.

Namun, iri terhadap orang kaya yang memperoleh kekayaan dari hasil kejahatan ternyata tidak tepat.

Iri hati itu akan merugikan diri sendiri. Kita dapat menjadi murtad atau menjadi sulit mempertahankan hati yang murni di hadapan Tuhan. Sementara kita tahu bahwa jalan orang fasik sebenarnya adalah jalan yang amat berbahaya bagi diri mereka sendiri.

Oleh karena itu, kita tidak perlu cemburu dan iri hati kepada orang jahat yang hidupnya tampak nyaman.

Kita perlu iman yang teguh, hati yang tulus murni agar dapat masuk ke dalam hati Allah dan melihat kebenaran.

Iman membawa kita keluar dari kebimbangan dalam menjalani hidup yang kadang sulit dan berat. Kita juga sering tergoda untuk merasa kurang beruntung sehingga tidak dapat bersyukur. Kita membandingkan keadaan kita dengan orang kaya yang berlimpah hartanya.

Sekali lagi pemazmur mau mengajak kita untuk membuang jauh-jauh pikiran iri atau merasa diri kekurangan terus agar kita tidak kehilangan damai di hati.

 

“Iblis menyembunyikan ending dari dosa sehingga banyak orang masuk ke dalam jalan yang berujung pada maut. Inilah strategi si jahat untuk menarik manusia mengikuti jalannya yaitu: menyembunyikan akhir.

Jika kita melihat akhir dari orang berdosa, yaitu kebinasaan kekal tentulah kita akan menghindari jalan itu, tetap berpegang teguh pada Sabda-Nya dan berlindung pada kemurahan Tuhan.”*

Related Post