Wed. Dec 4th, 2024

Anggota DPR Ansy Lema: 140 Pengikut Kelompok Khilafah Terdeteksi di NTT, Aparat Hukum Harus Tindak Tegas!

A nggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si mendesak aparat hukum untuk segera menindak tegas 140 pengikut kelompok Khifatul Muslimin yang saat ini telah menyebar di Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Menurut politisi muda yang akrab dipanggil Ansy Lema tersebut, aparat hukum tidak boleh menganggap remeh keberadaan kelompok Khifatul Muslimin di NTT. Karena kelompok ini secara terbuka mengkampanyekan sistem khilafah dan ingin mengganti ideologi negara Pancasila serta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah menjadi kesepakatan final bangsa.

“Bagaimana mungkin kelompok yang secara terbuka mengkampanyekan sistem khilafah, ingin mengganti Pancasila dan NKRI dibiarkan berkembang di NTT? Pembiaran ini sangat berbahaya karena sel-sel pergerakan kelompok ini akan semakin menyebar ke seluruh NTT. Aparat hukum seperti kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Densus 88 dan Kejaksaan harus segera berkoordinasi untuk mengambil langkah-langkah penindakan tegas kepada pengikut kelompok Khilafah di NTT,” tegas Ansy di Jakarta, (23/7/2022).

Ansy Lema: Jangan biarkan mereka merajalela.

Lawan Kelompok Khilafah

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) NTT mencatat 140 anggota Khilafatul Muslimin berada di Kabupaten Manggarai Barat.

Ansy menyesalkan kelompok ini dibiarkan berkembang bebas di NTT. Padahal di berbagai wilayah, Khifatul Muslimin secara terbuka mengkampanyekan sistem khilafah dengan melakukan konvoi terbuka di jalan raya. Akibatnya pimpinan umum dan pengikut Khifatul Muslimin telah ditangkap dan diproses hukum.

“Saya berharap penindakan tegas kepada Khifatul Muslimin di tingkat nasional juga dilakukan di NTT. Polisi harus segera mewaspadai dan mengusut gerakan dakwah dan pendidikan keagamaan sebagai media indoktrinasi dan rekrutmen anggota baru kelompok ini. Jika terbukti mengkampanyekan khilafah, maka aparat harus berani mengambil tindakan tegas dengan menangkap, memproses hukum, dan mengedukasi mereka agar kembali ke pangkuan Pancasila dan NKRI,” ujar wakil rakyat asal NTT tersebut.

Ansy menjelaskan, Khifatul Muslimin sangat berbahaya karena secara sengaja dan sistematis ingin mendirikan “negara dalam negara”. Mereka memiliki pemimpin umum (khalifah), lembaga setingkat Menteri, dan pembagian wilayah. Sekolah-sekolah binaan Khifatul Muslimin melarang pelajaran Pancasila, upacara bendera, kebhinekaan agama, serta tidak memasang gambar Presiden dan Wakil Presiden RI. Sementara dalam penggeledahan, polisi menemukan sejumlah buku dan dokumen tentang khilafah Negara Islam Indonesia (NII), dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

“Ini jelas merupakan pembangkangan terhadap NKRI. Apalagi pemimpin umum dan banyak pengikut Khifatul Muslimin adalah mantan pengikut Negara Islam Indonesia dan pernah terlibat terorisme. Jika dibiarkan maka indoktrinasi terselubung terus berkembang menuju gerakan revolusioner massal untuk mengganti ideologi Pancasila dan keutuhan NKRI. Karena itu gerakan khilafah harus dilawan,” kata Ansy.

Gagal Paham Gerakan Khilafah

Ansy menjelaskan, gerakan khilafah yang bertujuan mendirikan negara agama telah tertolak dengan sendirinya. Khilafah muncul karena problem asimetri epistemologis yang mengakibatkan “gagal paham” dan praduga tidak berdasar terhadap Pancasila dan NKRI. Penganut kelompok radikal seperti Khifatul Muslimin keliru memahami bahwa Pancasila adalah ideologi sekular yang tidak punya nilai-nilai keagamaan. Padahal Pancasila sesungguhnya mencerminkan NKRI yang sangat religius, juga berhasil menjadi “titik temu” agama-agama demi Negara, Negara demi agama-agama.

“Nilai-nilai agama sudah ada sebagai substansi (in se) dalam Pancasila. Sila Ketuhanan yang Maha Esa menempatkan Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar Negara, dan ideologi bangsa yang God Centered. Allah sebagai pusat kehidupan berbangsa dan bernegara, karena praktik kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial berpusat kepada-Nya,” jelas Ansy.

Salah satu pola penyebaran kelompok radikal adalah melalui dakwah. Karena itu Ansy menyarankan agar aparat hukum dan pemerintahan daerah menggandeng Gereja, pemuka agama, dan Ormas Islam toleran seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah untuk menggiatkan gerakan moderasi keagamaan. Kampanye kebinekaan, toleransi, edukasi cinta Pancasila dan NKRI harus melawan narasi khilafah dan radikalisme.

“Terutama sasaran gerakan moderasi keagamaan harus menyasar kaum muda agar tidak mudah terpapar doktrin khilafah atau paham radikal melalui dakwah, pendidikan atau melalui media sosial. Literasi Pancasila dan NKRI harus dimulai sejak dini,” tutupnya. (tD)

Related Post