Wed. Oct 9th, 2024

In Memoriam Romo Linus Tiala, Sumba Kehilangan Imam Lagi

Dami Tiala, sang adik saat merapikan kasula kakaknya yang sudah dalam peti jenazah. (ist)

SUMBA, TEMPUSDEI.ID-Keuskupan Weetebula di Pulau Sumba, NTT kembali kehilangan seorang imammnya. Romo Linus Tiala, Pr meninggal karena sakit pada Jumat, 24 Juni 2022, tepat pada Hari Raya Hati Kudus Yesus Putra di RSU Umbu Rara Meha, Waingapu, Sumba.

Imam yang dikenal ramah dan periang ini adalah imam pertama yang ditahbiskah di Katedral Weetebula-Sumba.

Seperti dikisahkan Pater Franz Pfister, CSsR (alm) dalam majalah IKAN edisi Februari 1979 (dalam Bahasa Jerman,diterjemahkan oleh Pater Willy Ngongo Pala, CSsR, Romo Linus ditahbiskan menjadi imam pada Senin, 4 Desember 1978 oleh Uskup Antonius Hubertus Thiyssen, Administrator Apostolik Keuskupan Denpasar/Bali.

Uskup Thijssen adalah Gembala Agung pertama untuk Sumba ketika pulau itu masih berada di bawah Keuskupan Ende/Flores.

Romo Linus Tiala adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Ayahnya, Lukas Lengga Tiala berasal dari Kodi, Sumba Barat Daya.  Sedangkan ibunya Regina Sofia Tiala berasal dari Bima, Sumbawa. Romo Linus lahir di Flores pada 22 September 1951 .

Sebagaimana kebiasaan Flores di mana banyak keluarga mencoba memasukkan salah satu putra mereka ke seminari untuk nantinya menjadi imam, empat putra dari keluarga Tiala berada di seminari kecil.

Sinar Buana

Ketika sang ayah pensiun, keluarga pindah ke Waimangura, Sumba Barat Daya dan Linus remaja masuk ke seminar kecil yang dikelola Redemptoris:  Sinar Buana di Weetebula.  Di lembaga pelatihan guru yang juga dikelola Redemptoris, ia memperoleh diploma sebagai guru sekolah dasar.

Ia kemudian menyelesaikan dua tahun persiapan di Hokeng/Flores dan kemudian melanjutkan ke seminari Keuskupan Semanang di Yogyakarta.  Ia berhasil menyelesaikan studinya dengan gelar  doktorandus.

Setelah itu Romo Linus akan memulai pekerjaan imamatnya sebagai kapelan di Waingapu pada awal tahun 1979 .  Gereja Sumba senang dengan “imam pribumi” keempat.

Setelah berkarya di Waingapu pada 1978-1979, Romo Linus kemudian bersama dengan P. Herman Josep May CSsR berkarya di Puspas (Pusat Pastoral dan Sosial) Katiku Loku pada tahun 1980-1986

Studi di Amerika

Selanjutnya Romo Linus berangkat ke Amerika Serikat, Meryknol, untuk melayani komunitas orang Indonesia di sana. Namun sebelum berangkat ke USA , Romo Linus sempat melayani di Paroki Kelapa Gading,  KAJ untuk beberapa waktu sambil mempersiapkan diri untuk studi di USA.

Pada Tahun 1987-1989 Romo Linus mengambil studi Magister Teologi di Maryknol School of Theology dan kemudian melanjutkan dengan Kursus Psikologi Keluarga di New York pada tahun 1989-1990.

Setelah itu dia menjadi Pastor Rekan di Bronx, NY, USA pada tahun 1990 – 1991.

Sekembali dari Amerika, Romo Linus dibenum sebagai Pastor Paroki  Katedral Weetebula. Beberapa waktu kemudian dia diangkat menjadi  Vikjen keuskupan Weetebula. Tentu sebuah tugas yang tidak ringan baginya. Tugas sebagai pastor paroki 1991- 2001

Purna tugas di Katedral, Romo Linus kembali lagi ke Puspas. Kali ini beliau diangkat  sebagai Direktur Puspas dari 2001-2007.

Sesudah melayani beberapa tahun di Puspas, dia mendapat perutusan baru ke Paroki Santo Yosep Pekerja Manola dari 2007-2015.

Saat melayani di Manola, Romo Linus sudah mulai mengalami kesulitan dengan pengelihatan.

Kemudian Romo Linus memenuhi panggilan awalnya sebagai guru dengan mendapat penugasan di Seminari Menengan Fransiskus Asisi Sinar Buana, Weetebula.

Di seminari dia menjadi Rektor. Pada saat yang sama ia diminta untuk mengajar sebagai dosen di STKIP Weetebula  2015-2021.

Setelah menyelesaikan tugas pelayanannya di Sinar Buana, Romo Linus kemudian pindah ke Rumah Unio para imam diosesan Keuskupan Weetebula.

Beberapa minggu yang lalu, kondisi kesehatannya mulai memburuk. Setelah dirawat di RS Karitas dan kemudian dirujuk ke RSU Umbu Rara Meha, Waingapu, pada Jumat, 24 Juni 2022, tepat pada Hari Raya Hati Kudus Yesus, Rm. Linus Tiala  kembali kepada  Sang Penebus yang dia wartakan dengan setia.

LUKA dan SEDIH

Dami Tiala, seorang adiknya merangkai kata menuangkan kata hatinya:

Perpisahan memang tak bisa dihindari dalam perjalanan hidup, berpisah dengan orang terdekat dan terkasih terasa sangat berat dan menyedihkan

Dalam kerinduanku terlukis wajahmu, aku terpanah, membisu, tak sanggup menerima kenyataan ini

Engkau terbaring kaku, dingin sekujur tubuh dengan pakaian imammu, seolah hendak mengadakan EKARISTI KUDUS untuk umat Allah

Bagai putra altar aku merapikan pakaian imammu, tetesan air mataku membasahi wajah ini ketika mengenang masa kecil kita

Selamat jalan kakakku, kita bersatu dalam kerajaan surga dengan sukacita

Sayang dan kasih adikmu.

 

Related Post