Sat. Jul 27th, 2024

Meme Stupa Candi, Pertanda Hilangnya  Kepantasan Publik, Ciderai Kesucian Agama

Benny Susetyo: melanggar kepantasan publik.

JAKARTA, TEMPUSDEI.ID-Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo resmi dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Roy Suryo dinilai melecehkan umat Budha karena ikut menyebarkan meme stupa Candi Borobudur yang diedit mirip wajah Presiden Jokowi.

Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah, Badan Pembinaan Ideologi  Pancasila (BPIP), Antounus Benny Susetyo pada 21/6 mengatakan, munculnya meme tersebut menandakan masih adanya masyarakat yang tidak menghargai nilai luhur agama yang suci dan sakral.

“Agama adalah sesuatu yang suci dan sakral. Agama adalah sarana orang menuju kepada Tuhan dan menemukan keilahian. Akan tetapi sayangnya agama diolok-olok dan dipermainkan simbolnya. Ini menunjukkan bahwa masih terdapat  yang tidak menghargai nilai luhur agama,” ujar Benny.

Benny menambahkan, di negara yang berdasarkan Pancasila yang mengakui ketuhanan yang maha esa dan menjunjung tinggi  agama di Indonesia, seharusnya agama untuk dihormati dan dihargai bukan jadi ejekan dan dipermainkan. Hal ini menunjukan hilangnya etika kepantasan publik.

“Persoalan kita adalah hilangnya etika kepantasan publik.  Ketika etika suatu keharusan  seperti yang diakatakan oleh Immanuel Kant yang menyebutkan bahwa etika adalah  dimana yang baik dijalankan dan yang buruk dihindarkan. Karena ini merupakan perintah interaktif  maka seharusnya semua umat beragama memahami simbol-simbol agama, bukan untuk dipermainkan atau dilecehkan,” paparnya.

Budayawan ini pun mengajak seluruh masyarakat untuk mulai dewasa dalam menggunakan media sosial yang seharusnya digunakan untuk hal yang positif dan merajut persatuan.

“Media sosial bukan sarana untuk mengolok-olok, penghancur kemanusiaan dan sarana mempermainkan simbol agama. Inilah saatnya kita dewasa dalam menggunakan media sosial. Karena sesungguhnya media sosial adalah alat atau sarana untuk merajut persaudaraan   kebersamaan, dan bhinneka tunggal ika,” tuturnya.

Benny menambahkan, ketika intelektual kehilangan daya nalar kritis, dan ketika orang pandai mempermainkan simbol agama maka di situlah menjukan kedangkalan nalar mereka. Nalar yang tumpul kehilangan suara hati dan akan menjadikan agama sebagai permainkan demi kepopuleran.

“Nalar adalah kemampuan orang untuk berpikir lurus dan logis serta untuk kebaikan. Nalar yang sehat tidak akan mempermainkan nilai dan simbol agama,” lanjutnya.

Agama lanjutnya, hadir di dunia untuk membawa keadilan, kedamaian, dan membawa manusia kepada jalan sang ilahi.

“Maka mengolok-olok agama  berarti menampar dirinya karena dia sebenarnya melukai wajah Tuhan,” ucapnya.

Belajar memahami dan menerima perbedaan menjadi kunci untuk menjaga persatuan dalam keragaman  dan kemajemukan.

“Hentikan segala hal yang dapat merusak kehidapan berbangsa dan bernegara. Dan hentikan mengolok-olok simbol agama dan semua tindakan yang bertentangan dengan nilai nilai Pancasila dan mari kita gelorakan nilai Pancasila dalam hidup  kita,” seru Benny. (tD)

Related Post