Oleh Febry Silaban, Pengamat bahasa
Ada adagium Latin yang terkenal, yaitu nomen est omen. Artinya, nama itu adalah pertanda. Pepatah ini hendak mengatakan bahwa dalam sebuah nama selalu terkandung sebuah harapan baik. Penghayatan makna dimulai dari nama dan kata.
Kata “mahasiswa”, mungkin semua orang tidak asing dengan istilah yang satu ini. Banyak orang yang merasa bangga ketika menyandang status sebagai mahasiswa. Orang tua sangat menginginkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ya, memang tidak bisa dimungkiri mahasiswa dianggap sebagai kaum intelektual yang mengerti segala hal. Bahkan terkesan diagungkan karena memiliki kata terikat “maha-”, yang berarti siswa yang agung atau siswa yang hebat. Letak keagungannya mungkin adalah pada tataran pikir dan norma. Pelekatan kata “maha” pada siswa ini terkandung harapan bahwa seorang siswa di perguruan “tinggi” diharapkan “tinggi” pula ilmu dan moralnya.
Namun, ada yang tahu, bagaimana awalnya siswa atau murid yang bersekolah di perguruan tinggi mendapat istilah “MAHA”-siswa? Belum jelas siapa yang pertama kali mencetuskan sebutan “mahasiswa” ini. Sebutan itu sudah digunakan sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Kini, kata “maha” yang melekat pada siswa itu begitu luar biasa sehingga mereka menjadi seperti siswa yang sudah “pintar” padahal masih kuliah. Seorang mahasiswa menjadi mahatahu, mahapintar, maha ini dan maha itu, sesuatu yang seharusnya milik Tuhan yang Mahatahu, Mahakuasa, dll.
Kata maha berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘sangat’, ‘besar’, atau ‘mulia’. Sedangkan etimologi siswa berasal dua sumber berbeda. Yang pertama, kata siswa merupakan serapan dari nama seorang dewa Trimurti dalam agama Hindu, yaitu Siwa. Dewa Siwa adalah dewa pelebur dan pemusnah yang tugasnya menghancurkan segala sesuatu yang telah usang dan tidak berkebaikan lagi. Asal kata siswa yang kedua dari bahasa Jawa, yaitu wasis. Wasis dalam bahasa Jawa adalah orang yang pandai. Maka, siswa dimaknakan sebagai orang yang belum pandai, merasa tidak pandai, atau kurang berilmu. Secara sederhana, siswa adalah orang yang belum wasis.
Pertanyaan berikut, apakah hanya Indonesia yang menggunakan sebutan mahasiswa? Dalam sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia, orang yang masih bersekolah di tingkat SD/SMP/SMA disebut siswa, sedangkan untuk orang yang belajar di tingkat perguruan tinggi ditambahkan kata “maha-”, menjadi “mahasiswa”.
Padanan istilah mahasiswa dalam bahasa Inggris adalah student. Istilah student dipakai mulai dari tingkat TK sampai S-3 (sebagian negara menggunakan kata pupil). Istilah student berakar dari bahasa Latin, studere, yang artinya belajar. Istilah lain dalam bahasa Inggris yang dipakai adalah disciple, yang dalam bahasa Latin disebut discipulus, berasal dari verba discere (artinya belajar). Dengan demikian, discipulus berarti orang yang belajar, yang mau disiplin atau mau didisiplinkan.
Ada yang berpendapat, berdasarkan sejarah Indonesia, yang mengadakan pergerakan untuk kemerdekaan negara adalah para siswa di perguruan tinggi ini, sehingga mendapat porsi yg besar dalam hati masyarakat. Karena itu, mereka dinamakan mahasiswa. Itu juga yang mendasari mengapa demo-demo sepertinya jadi keharusan untuk rutin dilakukan mahasiswa.
Saya pikir istilah mahasiswa harus diganti karena sering membuat besar kepala. Bagaimana kalau diusulkan semuanya disebut “siswa” saja selama masih belajar di sekolah formal dan di tempat belajar nonformal pakai saja “murid”? Malah mungkin bisa dipakai istilah dari Kemendikbud saja, yaitu “peserta didik”, supaya dididik terus. *