Sat. Jul 27th, 2024

Konferensi Pekabaran Injil 2021, Upaya Menjaga Api Injil Terus Menyala

Terus bergerak mengabarkan Injil

JAYAPURA, TEMPUSDEI.ID (23/11)-Para pemuka agama hendaknya berperan aktif dan menyuarakan perdamaian di berbagai sendi kehidupan, khususnya masyarakat multikultural.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gerja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) Pdt. DR. Ronny Mandang ketika menyampaikan Deklarasi Damai para pemimpin lintas agama di Hotel Horison, Kotaraja, Jayapura (19/11).

Deklarasi damai tersebut merupakan puncak dari Konferensi Pekabaran Injili (KPI) yang berlangsung 17 hingga 19 November 2021 di tempat yang sama  dan diikuti 300 peserta dari 62 sinode.

Para pimninan gereja tandatangani deklarasi.

Lebih lanjut Ronny Mandang menjelaskan bahwa para pemimpin lintas agama mendukung Deklarasi Papua Tanah Damai yang diselenggarakan pada 5 Februari 2019 bertepatan dengan hari Pekabaran Injil di Tanah Papua. “Damai dari ufuk Timur Papua menjadi bagian yang dirasakan oleh seluruh umat manusia,” katanya.

Selain Ronny Mandang, pernyataan tersebut ditanda tangani Pdt. Dr. Henriette T. Lebang (dari unsur Kristen),  Pdt. Hiskia Rollo, S.Th, MM (Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Papua), Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman (Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia), H. Muhammad Syaiful, S.Ag, M.Pd. (mewakili Islam), UP. Dharmayana Sineru (mewakili Hindu), Pinandita Putu Martana, S.Ag. (mewakili Budha), Pdt. Dorman Wandikbo (Presiden Gereja Injili Di Indonesia) dan Pdt. Lipiyus Biniluk, M.Th (Ketua Umum Forum Kerukunan Umar Beragama Provinsi Papua).

Rekomendasi dan Aksi

KPI menghasilkan 9 butir rekomendasi dan aksi yang akan dilaksanakan pemimpin dan jemaat Kristen. Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa gereja mengambil inisiatif dalam wadah dialog lintas denominasi dapat saling memotivasi dan memperkaya.

Selain itu, KPI juga merekomendasikan agar ada semangat bersama untuk bersama-sama dalam kasih dan semangat persaudaraan mengatasi friksi secara bersama-sama.

Gereja akan mengupayakan kegiatan bersama terutama di tengah maraknya pola tertentu yang tidak sesuai dengan nilai Injil dalam masyarakat tradisional. Hal yang sama diingatkan kepada masyarakat modern dengan gaya hidup yang pragmatis dan memunculkan fragmentasi dalam persaingan antar gereja dan antar agama.

Dikatakan, Gereja mengedepankan kode etik dalam melakukan pelayanan, serta menghargai keberadaan dan wilayah pelayanan denominasi lain. Dengan demikian, tujuan kehidupan bersama dalam mewujudkan kerukunan lintas denominasi dan agama dapat terwujud.

Ditegaskan pula bahwa Gereja akan menguatkan jejaring dan koordinasi antar gereja lintas denominasi, sekolah-sekolah teologi dan lembaga-lembaga pekabaran Injil dalam aksi bersama secara konkret di lingkungan masing-masing maupun secara nasional.

“Gereja menolak kekerasan dan ketidakadilan yang marak terjadi di berbagai wilayah, termasuk Papua. Hendaknya pembangunan dan pemberdayaan manusia dilakukan dengan mengedepankan pendekatan kemanusiaan,” kata Ronny.

Kehadiran Pemerintah dan aparat TNI/Polri lanjut Ronny lagi, sejatinya memanusiakan manusia dan membawa kedamaian, serta tanpa kekerasan sebab kekerasan hanya akan menimbulkan kekerasan.

Dikatakan pula, para Hamba Tuhan, pekerja gereja, atau pewarta gereja sebagai frontliners tidak boleh dicap sebagai bagian dari gerakan separatis di Papua. Stigmatisasi ini harus dihilangkan dalam pandangan negara sebab para hamba Tuhan, pekerja gereja atau pewarta gereja adalah sumber daya gereja yang harus dilindungi hak hidupnya sebagai warga negara yang bekerja dengan ketulusan memberitakan Injil di Tanah Papua, dan daerah lain.

“Gereja melalui para hamba Tuhan, para pekerja Gereja atau pewarta gereja haruslah dilihat dan diterima sebagai mitra kerja yang baik dalam membangun perdamaian di Tanah Papua juga daerah lain dan bukan sebaliknya,” tegas Ronny Mandang.

Gereja juga menolak upaya-upaya propaganda dan/atau pemindahan agama secara paksa, tidak wajar, serta memanfaatkan kelemahan dan kekurangtahuan seseorang atau sekelompok orang.

Penginjilan sejatinya bukanlah kristenisasi, karena itu upaya-upaya kristenisasi dengan cara tidak wajar, pemaksaan, serta pemanfaatan kelemahan dan kekurangtahuan bukanlah penginjilan.

Ronny menegaskan bahwa tanggungjawab pekabaran Injil di tanah Papua adalah tanggung jawab bersama gereja yang harus diperkuat dalam rangka membangun perspektif baru tentang kehadiran Kristus di tengah-tengah kesulitan hidup yang sedang dihadapi masyarakat di berbagai wilayah, khususnya Papua.

Gereja juga menolak usaha-usaha Islamisasi berkedok dakwah di bidang pendidikan dan kesehatan, yang masif dan sistematis terjadi di berbagai wilayah, termasuk Papua, yang didukung bahkan difasilitasi oleh oknum negara melalui TNI dan Polri, serta lembaga-lembaga pemerintah lain. (tD)

 

Related Post