Fri. Jul 26th, 2024
Pater Kimy Ndelo, CSsR

TEMPUSDEI.ID (1 APRIL 2021)

Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (ilustrasi)

Oleh Pater Kimy Ndelo CSsR, Provinsial Redemptoris

Perayaan hari ini biasa disebut Kamis Putih. Istilah “Kamis Putih” rupanya berasal dari tradisi Belanda dengan istilah “Witte Donderdag”. Dalam liturgi Romawi dikenal dengan istilah “Feria Quinta in Cena Domini”. Istilah Kamis Putih ini merujuk pada pakaian putih yang dikenakan imam dan petugas liturgi lainnya sebagai simbol kemuliaan dan kesucian.

Perayaan hari ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “Holy Thursday” (Kamis Suci) atau “Maundy Thursday” (Kamis Perintah). Istilah “maundy” datang dari bahasa Latin yang berarti “perintah”. Ini mengingatkan akan perintah baru Yesus untuk mengasihi satu sama lain.

Perintah KASIH adalah jantung dari perayaan ini. Kasih tentunya bukan hal baru dalam hidup manusia. Entah diucapkan atau dipraktikkan, kasih sudah menjadi hakikat hidup manusia, bahkan dalam taraf tertentu hewan sekalipun mempunyai rasa kasih.

Perintah kasih menjadi baru karena yang menjadi ukuran kasih adalah Yesus sendiri: “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pun kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13,34). Caranya seperti apa?

Pertama, dengan membasuh kaki para murid-Nya. Membasuh kaki adalah simbol pelayanan seorang hamba kepada tuannya, murid kepada gurunya. Tetapi jika yang membasuh kaki adalah guru kepada muridnya, maka itu adalah simbol kasih yang tak berkesudahan; rasa cinta yang tak pernah mati.

Kedua, dengan memberikan diri-Nya sebagai makanan dan minuman rohani dalam rupa roti dan anggur. “Ambillah, inilah tubuh-Ku….inilah darah-Ku” (Mrk 14.22 25). Pemberian diri ini tak ada duanya. Ini adalah pemberian yang paling tinggi yang bisa dibuat manusia. Pemberian diri ini menjadi lebih tinggi nilainya karena dibuat oleh pribadi Yesus, Allah sekaligus manusia.

Apa yang dibuat Yesus ini adalah sebuah transformasi Paskah Yahudi yang berupa pengorbanan anak domba dan sajian roti tak beragi sebagai kenangan akan saat pembebasan dari perbudakan di Mesir. Kurban ini yang lingkupnya terbatas pada orang Israel, sekarang menjadi tak terbatas. Kurban baru diri Yesus mendatangkan pembebasan dari dosa dan kematian bagi seluruh umat manusia.

Tradisi inilah yang diteruskan oleh para murid, khususnya Paulus (1 Kor 11,23), sebagai “peringatan akan Yesus” (1 Kor 11,25). Setiap kali kita merayakan ekaristi dengan layak, kita mengenangkan dan “memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11,26).

Lukisan Perjamuan Kudus karya Leonardo da Vinci dari Italia merupakan lukisan yang melegenda sampai saat ini. Ketika ditanya oleh seorang sahabatnya, kenapa pada lukisan itu Yesus dan para murid hanya duduk di satu sisi meja, Leonardo menjawab: “Supaya kita semua mendapatkan ruang yang cukup untuk bergabung dengan mereka”.

Perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus yang kita rayakan setiap hari dan secara istimewa hari ini, merupakan bentuk partisipasi kita dalam Perjamuan Yesus sendiri. Di mana pun Ekaristi dirayakan, Yesuslah pemimpin perjamuan yang sesungguhnya, walau tampak dalam wajah Imam atau Uskup yang berbeda-beda.

Menghidupi ekaristi atau menjadikan ekaristi nyata dalam hidup sehari-hari berarti hidup dalam kasih. Hidup ini lebih konkret lagi dalam bentuk BERBAGI. Bisa berbagi hidup atau berbagi berkat.

Ada ungkapan yang berbunyi: “Tak ada orang yang begitu kaya sampai tak membutuhkan uluran tangan orang lain, dan tak ada orang sedemikian miskin sehingga tak bisa memberi kepada orang lain”.

Salam kasih dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba, NTT

Related Post

Leave a Reply