Sat. Jul 27th, 2024
Motivator Anthony Dio Martin

TEMPUSDEI.ID (8 Februari 2021)

Salam kenal, Pak Anthony Dio Martin. Saya senang sekali bisa menjumpai Bapak melalui tempusdei.id. Terus terang, saya sering membaca pikiran-pikiran Bapak melalui tulisan-tulisan Bapak.

Saya mau minta bantuan Bapak untuk sebuah persoalan saya. Begini, Pak. Saya ini pengusaha kecil-kecilan dan memiliki beberapa karyawan. Ada karyawan yang super sensitif dan ngambegan, kadang marah-marah. Jangankan kalau ditegur teman-temannya, ditegur atasan pun, cepat tersinggung.

Sebenàrnya saya sudah mau pecat, tapi saya ingat anak dan istrinya nanti makan apa, apalagi di masa pandemi ini.

Bagaimana menghadapi karyawan yang seperti ini? Mohon bantuan Bapak.

Slamet Susanto, Jakarta Selatan

Bila sensitifitas karyawan terarah dengan baik, akan membawa hal baik

Pak Slamet, salam kenal dan terima kasih karena sudah rajin mengikuti tulisan-tulisan saya di tempusdei.id.

Pertanyaan Anda cukup menarik. Ini terkait dengan satu jenis karyawan yang seringkali disebut sebagai Highly Sensitive Person. Pada tahun 1997, ada seorang ahli Dr Elaine Aron yang menulis tentang Highly Sensitive Person ini. Menurutnya, orang yang sangat sensitif ini cenderung lebih peka, lebih cepat menyerap atau memproses informasi jauh lebih dalam. Seringkali, hal ini dikaitkan dengan orang yang introvert dan emosional. Meski, kita tidak selalu boleh menyimpulkan orang yang emosional dan introvert sebagai orang yang sensitif.

Menurut Dr Elaine, sifat sensitif ini ada kaitan dengan struktur sistem saraf mereka yang memang lebih cepat memproses informasi secara lebih mendalam. Emang sih, di satu sisi orang seperti ini lebih mudah marah, lebih sensi ataupun lebih gampang stres ketika mendapat tekanan atau kalimat tertentu yang nggak menyenangkan. Tapi, faktanya di sisi lain keuntungan dari orang yang sensitif ini sebenarnya ada. Mereka lebih sadar kondisi sekitar, juga lebih mudah berempati.

Nah, saya memahami betapa dilematisnya Anda sebagai seorang pebisnis, dengan kondisi di tengah pandemi ini. Memang repot sih menghadapi karyawan yang super sensitif yang cukup merepotkan dikelola, apalagi kinerja juga nggak terlalu bagus. Tapi, seperti yang Anda katakan, mau dipecat pun kasihan juga, di tengah kondisi di masa pandemi ini. Kalau dipecat, dia bakalan susah cari kerja. Lantas, bagaimana baiknya?

Yang jelas, bagaimanapun situasinya, saya tetap sarankan Anda perlu bicara dengan dia supaya tidak jadi contoh buruk bagi rekannya yang lain. Apa yang saya sarankan adalah belajar menerapkan teknik coaching yang sering diajarkan atau dipelajari oleh para leader. Coaching, berarti membicarakan, blak-blakan mengungkapkan, menggali ide-ide dan terpenting adalah meminta ide dan pendapat dia juga soal problem yang Anda rasakan soal dia. Ada banyak teknik coaching yang bisa Anda pakai. Salah satunya, ada teknik sederhana namanya, T-GROW. T-GROW ini singkatan dari Topic – Goal – Reality – Options – Way Out.

Nah, bagaimana bagaimana caranya menerapkan T-GROW ini? Intinya, dimulai dari T (Topic), yakni membahas mengenai suatu topik penting yang menurut Anda perlu dibicarakan. Berarti, di sini topiknya soal sifatnya yang cenderung sensitif dan mudah marah kalau diberi masukan. Lalu, G (Goal), yakni bicara soal apa target yang Anda harapkan setelah berbicara dengan dia. Lantas, R (reality), bicara soal apa bukti atau kenyataan mengenai sifat atau perilaku yang ditunjukkan saat ini. Kalau perlu kasih contoh-contoh, supaya dia paham. Berikutnya, bicara soal O (Options) atau pilihan-pilihan apa yang bisa ia lakukan untuk mengatasi sifat atau sikap yang seperti itu. Dan terakhir, W (Way Out), sepakatilah soal jalan keluar atau solusi yang akhirnya kita sepakati dengan dia. Jangan lupa, libatkan dia mencari solusi juga.

Dalam praktik membicarakan dengan dia, saya menyarankan langkah-langkah ini Anda lakukan.

Pertama-tama, panggil dia secara khusus untuk diajak bicara. Tentunya harus dicari waktu di mana mood-nya dalam kondisi buat diajak bicara empat mata.

Dua, aplikasikan langkah-langkah T-GROW di atas. Gunakan teknik yang dijelaskan di atas secara sistematis. Ingat lho ya, jangan lupa selama mengkomunikasikan T-GROW di atas itu, libatkanlah dan ajak dia untuk memberi masukan-masukan pula. Siapa tahu ada pertimbangan-pertimbangan lain yang mungkin di luar pemahaman Anda sebagai pimpinan.

Tiga, setelah obrolan selesai, jangan lupa akhiri dengan minta komitmen atau tentukan langkah-langkah yang Anda harapkan akan dia lakukan. Karena itu, sebaiknya, sebelum Anda bicara dengan dia pun, Anda sudah punya rencana dan harapan, soal apa yang Anda ingin dia lakukan. Pastikan, harapan ini Anda sampaikan juga kepadanya. Jangan sampai Anda selesai ngobrol dengan dia, tapi tidak ada solusi sama sekali. Misalkan saja, Anda bisa memberikan harapan supaya lain kali, saat dapatkan masukan yang nggak enak, dia jangan langsung defensif atau bersikap ketus tetapi dengan logis mempertimbangkan.

Keempat, ada bagusnya pula, sebagai pimpinan Anda menjelaskan bagaimana Anda telah bersikap sabar dan berusaha mentolerir perilakunya. Tapi, ingatkan bahwa dia tidak bisa terus-terusan berperilaku seperti itu. Problemnya, karena selain merusak spirit tim kerja, akhirnya banyak kerjaan yang tidak bisa dikoordinasikan, gara-gara orang berusaha menghindari dirinya. Padahal, masukan dan koordinasi itu penting.

Jangan lupa, jelaskan pula bagaimana jika terus-menerus bersikap seperti itu, bisa akan punya dampak dirinya kehilangan kerjaan. Dan kasih tahu, kehilangan pekerjaan di masa pandemi seperti ini bukanlah sesuatu yang menguntungkan!  Jadi, dia sendiri harus paham posisinya.

Sampai di sini, si karyawan ini perlu tahu bahwa selama ini kita sudah berusaha membantu dan mensupport dia. Tapi, sebagai imbal baliknya, tegaskan bahwa kita harapkan dia pun perlu menunjukkan perilaku koorperatif, yang mendukung dan mensupport kita sebagai pimpinan. Terima masukan dengan jiwa besar, bukan emosional.

Catatan terakhir saya soal kasus ini. Jangan sampai juga, sikap tolerannya kita, jadi berdampak buruk buat rekan kerjanya yang lain. Pada akhirnya, kalau urusan sikapnya terus seperti ini, mengganggu, dan menjadi masalah buat organisasi, mungkin ada baiknya dengan tegas kita harus berani mengeluarkan dia dari anggota tim kita. Meskipun mungkin bukan di masa pandemi ini.

Begitu yang dapat saya sampaikan, Pak Slamet dan para Pembaca yang menyimak ulasan ini.

Salam sukses dan sehat selalu!

Anthony Dio Martin, Motivator, praktisi bisnis, trainer, speaker, ahli psikologi dan juga personal coach, yang oleh media dijuluki “The Best EQ Trainer Indonesia”Jika Anda memiliki pertanyaan seputar Dunia Kerja atau Sumber Daya Manusia, silakan kirim ke [email protected] atau ke 085797437111. 

Untuk informasi mengenai jasa training, seminar serta buku-buku yang ditulis oleh Anthony Dio Martin, silakan hubungi [email protected] atau [email protected] atau dapat telpon langsung ke kantornya HR Excellency serta Miniworkshop Series Indonesia di : 021-3518505 atau 021-3862521.

Related Post

Leave a Reply