Tue. Nov 5th, 2024
Pater Kimy Ndelo, CSsR

Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris Provinsi Indonesia

TEMPUSDEI.ID (22/11) – Tahun 1927 sebuah film berjudul THE KING OF KINGS dirilis. Sutradaranya Cecil B. D. Mille. Ini adalah sebuah film bisu (tak ada suara percakapan). Yang ada tulisan di screen. Kisahnya tentang minggu terakhir Yesus di bumi. H. B. Warner berperan sebagai Yesus.

Ini adalah film yang sangat mendapat apresiasi baik dari para ahli, media cetak, bahkan masyarakat pada umumnya di Amerika Serikat dan di dunia. Katanya film ini ditonton lebih dari 1 milyar penduduk bumi saat itu. (Saat ini bisa ditonton di Youtube).

Salah satu bentuk penghargaan datang dari seorang wanita yang hanya punya waktu hidup beberapa hari karena sakit parah. Di atas kursi roda dia dituntun oleh perawatnya untuk menonton film ini di aula rumah sakit.

Setelah menonton film ini seutuhnya, wanita ini bersaksi kepada sutradara film ini: “Terimakasih buatmu. Terimakasih untuk film King of Kings. Film ini mengubah pandanganku tentang kematian. Dari rasa takut yang amat besar menjadi penantian yang penuh kemuliaan. Hal yang paling menyentuhku adalah kata-kata Yesus kepada penjahat di sampingnya: ‘Hari ini juga engkau bersamaku di Firdaus’. Keduanya sama-sama menderita. Keduanya sama-sama menantikan kematian. Keduanya juga menerima harapan baru dari Raja Segala Raja, karena janji macam ini hanya bisa diberikan oleh Dia yang adalah Raja, Allah di atas segala tuan.”

Hari Raya Kristus Raja bisa dilacak asal-usulnya dari pengaruh ajaran kedua teolog hebat abad ke-13: St. Bonaventura dan Duns Scotus. Kebiasaan ini lalu berkembang di lingkungan para Fransiskan dan meluas ke seluruh gereja.

Penetapan sebagai perayaan resmi gereja terjadi oleh Paus Pius XI pada tahun 1925 melalui Ensiklik Quas Primas. Keputusan Paus ini terkait erat dengan situasi dunia dan gereja secara khusus di mana orang mengagungkan sekularisme dan mulai mengabaikan kehidupan beriman. Para raja dan politisi tidak lagi mengakui kekuasaan Gereja dan Kristus dalam hidup mereka.

Dengan perayaan ini diharapkan para bangsa melihat bahwa Gereja memiliki hak terhadap kebebasan dan kekebalan dari negara. Juga supaya para pemimpin bangsa memberi penghormatan kepada Kristus.

Tetapi yang paling utama adalah bahwa Kristus tetap meraja dalam hati, pikiran, jiwa serta tindakan orang beriman. Ketika kita menerima Kristus sebagai Raja dalam hidup kita, maka semua hal lain akan mengikuti. Dialah satu-satunya yang mengontrol hidup kita, bukan yang lainya.

“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan, Dia maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya” (Mat 25,31).

Kata-kata Yesus dalam kutipan Injil hari ini bukan perumpamaan, tapi pewahyuan. Ini ibarat selubung yang dibuka sehingga kita mengetahui siapa Yesus sesungguhnya dan bagaimana nanti Dia menghakimi umat manusia. Yang pasti Dia akan menghakimi secara adil dan kriterianya sudah diberikan (Mat 25,31-46).

Kriteria utama penghakiman akhir berupa karya-karya karitatif kristiani, keramahan dan kemurahan hati terhadap yang lainnya. Terutama mereka yang tidak berdaya. Melalui mereka inilah kita melayani Kristus, entah disadari atau tidak.

Dalam diri orang lapar, haus, tak mempunyai tempat tinggal Yesus tinggal. Apakah yang sudah kita perbuat terhadap mereka?

Dalam diri orang sakit, tak berpakaian dan dipenjara Yesus mengidentifikasikan diri-Nya. Apakah yang sudah kita perbuat terhadap mereka?

Ini adalah pekerjaan yang belum selesai dikerjakan oleh Yesus dan kita diminta untuk menyelesaikannya. Setiap orang bisa terlibat dan mengambil bagian dalam cara apa saja untuk membangun kerajaan ini.

Lelah dari pekerjaan, sampai di rumah semua berantakan, seorang ibu mendatangi anaknya, Thomas, yang baru berumur 4 tahun. Rupanya anak inilah penyebab semua kekacauan dalam rumah. Ibunya menatap dia dalam-dalam sambil berkata: “Thomas, Mama sudah lelah sekali dengan situasi ini. Menurutmu siapa yang sesungguhnya  berkuasa di rumah ini”. Sambil mengangkat wajah dengan lugunya Thomas menjawab: “Yesus Kristus, Ma”.

Salam hangat dan sehat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba “tanpa Wa”.

Related Post

Leave a Reply