Sat. Jul 27th, 2024

Randy Jeremy Toh, Anak Penderita Cerebal Palcy Berat yang jadi “Guru Besar”

Vivie Jericho bersama kedua buah hatinya Randy dan Ricky. Foto dokumen pribadi keluarga.

Randy memang menderita Cerebal Palcy, namun berkat usaha Ibunya yang pantang menyerah, ia menunjukkan kemajuan yang signifikan. Dan oleh karena berbagai pelajaran hidup yang dia peroleh selama merawat dan mengurus Randy, Sang Ibu menyebut buah hati ini sebagai “Guru Besar Kehidupannya”.

Randy sedang melukis. foto: dokpri keluarga

Sudah banyak bukti menunjukkan bahwa keterbatasan fisik dan “kekhususan” yang seseorang alami tidak menjadi penghalang untuk berkarya dan berprestasi. Hal inilah yang terjadi pada Randy Jeremy Toh (18). Dia menderita cerebal palcy, non verbal sejak bayi, namun bisa menghasilkan karya-karya lukis istimewa, bahkan pernah beberapa kali pameran di Tokyo, Jepang.

Cerebal Palcy yang remaja kelahiran Bandung, 22 Januari 2002 ini alami semula menyebabkan dia tidak bisa berbuat banyak. Tidak bisa berjalan, melihat, tidak bisa makan sendiri karena otot-otot tangannya lemah. Kemudian melalui upaya tekun yang panjang dan penuh kesabaran Vivie Jericho ibunya, secara bertahap yang sangat lambat, Randy bisa berjalan, melihat, membaca walau dengan sangat terbatas.

Dalam keterbatasannya tersebut dan di bawah asuhan ibunya itulah, Randy bisa menghasilkan karya-karya berupa lukisan-lukisan abstrak yang mengagumkan. Lihatlah gambar-gambar reflektif yang berbicara tentang banyak hal melalui judul Flower For Mommy, Earth Should Be Fine, The Energy of Blossom Heart, God’s Creation, Love Can Be in Many Colour and Shape.

Dalam keterbatasan, Randy menuangkan daya kreasinya. Foto: dokpri

Seperti dijelaskan oleh sang ibu, untuk menggambar, Randy tidak memerlukan kuas dan peralatan khusus lainnya. Dia hanya membutuhkan kanvas dan cat warna-warni. Dan untuk melukis, sangat tergantung mood-nya. Ketika ia menunjukkan isyarat bahwa dia mau melukis, ibunya menyediakan canvas dan cat bermacam-macam warna, lalu memberi tahu bahwa dia sudah bisa beraksi. Randy lalu menyelupkan tangannya ke dalam cat kemudian mengucap-usapkan telapak tangan dan jari-jarinya yang berlumuran cat  di canvas. Dengan feeling saja dia memilih warna cat lalu mengucap-usapkan atau menggerakkan jari-jarinya pada canvas. Gerakan jari-jarinya seperti gerakan jari orang yang menari. Tampak juga seperti bermain-main saja. Dalam hitungan waktu 30 menit, sebuah gambar sudah selesai.

Boleh dikatakan, sangat jarang Randy melukis, sehingga sejak mulai melukis pada 11 tahun lalu, Randy baru menghasilkan 33 karya. Hebatnya, gambarnya asli tanpa finishing touch dari siapa pun. Bahkan Randy sangat tidak suka kalau ada yang menyentuh gambarnya. “Yang bisa dan boleh kami lakukan hanya membuatkan bingkai,” jelas Vivie yang juga adalah Vice President MarkPlus.

Berawal dari Polandia

Salah satu lukisan Randy yang sudah jadi. Foto: Dokpri Keluarga

Kesukaan Randy berawal dari Polandia. Saat itu dalam rangka mencarikan perawatan terbaik sang ibu membawanya ke sana untuk menjalani therapy. Di sela-sela therapy ada sesi relax bagi anak-anak yang dimasudkan untuk membuat mereka tidak bosan. Mereka boleh melukis apa saja dalam sesi free painting itu. Ternyata Randy menunjukkan reaksi yang baik, dan berlanjut hingga hari ini.

Oleh karena cerebal palcy, Randy tidak bisa berbicara. Untuk mengutarakan keinginannya, selain melalui suara yang tidak jelas dan bahasa isyarat  yang tidak mudah dipahami, dia juga menuliskan keingianannya di laptop secara perlahan-lahan dalam Bahasa Inggris. Bahasa yang ia mengerti hanya Bahasa Inggris, termasuk ketika ia memberi judul pada gambar-gambarnya, menggunakan Bahasa Inggris.

Untuk mengajari buah hatinya menulis, Vivie belajar hingga ke Philadepia. “Dengan segala kemampuan dan daya upaya yang saya miliki, saya berusaha memberikan yang terbaik, sebab saya sudah diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjadi ibu Randy,” ucap ibu dua anak ini dengan suara tercekat di tenggorokan.

Divonis Tanpa Harapan

Seperti Vivie jelaskan, ketika lahir di sebuah rumah sakit di Bandung, kondisi fisik Randy baik-baik dan sangat normal. Namun oleh karena sebuah “kejadian” di rumah sakit itu, Randy mengalami koma selama 2,5 bulan lalu dibawa ke Singapura untuk dioperasi di sana. Sebenarnya dokter di Bandung sudah menyarankan pada hari ke-12 agar Vivie mengikhlaskan Randy jika dipanggil Tuhan sebab tampaknya tidak bisa ditolong lagi. “Tapi saya minta kepada Tuhan agar Ia memberi saya kesempatan menjadi ibunya. Saya berjanji akan merawat Randy, apa pun kondisinya,” ujar Vivie. Inilah sebabnya, sampai sekarang dalam kondisi apa pun, Vivie selalu merawat Randy dengan sukacita. “Apa pun saya lakukan untuk Randy,” ujar ibu yang cekatan ini lagi penuh haru.

Dokter di Singapura pun, setelah mendiagnosa selama 2,5 bulan mengatakan bahwa Randy tidak akan bisa jalan, bicara, melihat, hanya bisa berbaring seperti “sebatang kayu” dan bisa kejang dalam satu hari sebanyak 50 kali. “Tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Sekarang Randy bisa berjalan, melihat, membaca, mendengar, kejang hanya sekali sebulan, hanya memang belum bisa bicara. Kalau Tuhan buat dia bisa bicara, saya sangat bersyukur. Kalau tidak pun, saya tetap bersyukur,” tambah Vivie lagi.

Tak Kenal Menyerah

Vivie Jericho, ibu yang penuh kesabaran dan ketulusan mengusahakan kesembuhan bagi buah hatinya.

Tidak ada kata menyerah bagi Vivie untuk mengusahakan kesembuhan bagi buah hatinya. Berbagai negara ia datangi agar Randy mendapatkan penanganan terbaik. Sekarang Randy sudah bisa berjalan sendiri walau tidak stabil. Di bawah pengawasan Vivie, Randy bisa berolahraga setiap pagi selama 15 menit di kompleks perumahan. Randy juga bisa membaca dari teks e-book. “Saya memilih e-book karena bisa dibesarkan sebab Randy perlu huruf yang besar,” jelas Vivie. “Saya sangat bersyukur, Randy ada bersama saya hingga hari ini,” ujar Vivie penuh haru dan mata berkaca-kaca.

Sampai sekarang, Vivie tetap merawat Randy seperti merawat bayi karena boleh dikatakan, banyak pantangan. Misalnya, makanannya harus terjaga. Dia juga sangat sensitif terhadap suara-suara di sekitarnya. Kadang, rasa syukur Vivie seperti meletup-letup berbalut haru tatkala mengingat kata-kata dokter di Bandung dan di Singapura.

Sebagai ibu yang memiliki pengalaman unik mengurus anak berkebutuhan khusus, Vivie menyampaikan pesan kepada keluarga yang “dititipi” anak berkebutuhan khusus oleh Tuhan. “Jangan menyerah. Tuhan tidak pernah salah ‘titip’. Kita bisa belajar banyak dari anak istimewa kita. Saya bahkan menyebut Randy sebagai guru besar kehidupan saya,” ujar wanita yang mengaku beruntung mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama dari keluarga besar MarkPlus.

Tembus Universitas Terbaik Dunia

Selain bersyukur atas kepercayaan Tuhan padanya untuk merawat Randy, Vivie juga sangat bersyukur atas kehadiran anak pertamanya Ricky Joshua Toh yang kecerdasannya di atas rata-rata. Ketika masuk ke Stanford University, Jurusan Civil and Environmental Engineering pada tahun 2017, Ricky diterima tanpa tes.

Ricky sudah menyelesaikan S1 dari Stanford University dalam kurun waktu tiga  tahun, dan sekarang sedang bersiap-siap melanjutkan jenjang S2, juga di Stanford University. Inilah salah universitas yang masuk dalam jajaran sepuluh universitas terbaik di dunia.

EMANUEL DAPA LOKA

 

 

Related Post

2 thoughts on “Randy Jeremy Toh, Anak Penderita Cerebal Palcy Berat yang jadi “Guru Besar””
  1. I am a living witness of my sister journey of raising her gifted son, Randy and her blessed son, Ricky. She is truely a women of the day…of the year in her children’s lives…. God bless you always sister Vivie… I could not forget the first day we met on the airplane to Medan…. yeaaaars back. God bless you

Leave a Reply