Fri. Jul 26th, 2024

Kardinal Suharyo: Rawat Bumi, Ibu dan Rahim Kehidupan

Katedrak Jakarta tampak kosong
Katedral Jakarta tampak kosong

Oleh Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo

Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo

Selamat Hari Raya Paskah kepada saudari-saudara sekalian, keluarga-keluarga dan komunitas saudara. Kita berharap semoga Kristus yang bangkit menjadi kekuatan bagi kita untuk terus melangkah maju penuh harapan akan masa depan yang lebih baik.

Perayaan Paskah selalu ditandai dengan Lilin Paskah. Dan pada setiap Lilin Paskah selalu ditulis tahun ketika Paskah itu dirayakan. Oleh karena itu yang tertulis pada Lilin Paskah ini adalah tahun 2020.

Pesannya jelas, yaitu agar perayaan Paskah terus berarti, bermakna dan relevan, khususnya pada tahun ketika Paskah itu dirayakan.

Oleh karena itu kita bisa bertanya, apa relevansi perayaan Paskah pada masa kita – umat manusia pada umumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya, sedang mengalami pandemi wabah virus Corona 19 ini.

Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita berikan antara lain: kalau kita tahu apa yang menyebabkan merebaknya wabah ini. Ada berbagai pendapat yang berbeda-beda. Salah satu pendapat yang menarik, disampaikan dengan sangat hati-hati. Masuk akal, akal budi kita tetapi juga akal iman kita.

Pendapatnya begini: bisa jadi wabah adalah reaksi natural atas kesalahan manusia secara kolektif terhadap alam. Dalam bahasa Iman, wabah antara lain disebabkan oleh dosa ekologis. Yang dimaksudkan kira-kira begini: wabah muncul karena manusia telah merusak tatanan dan harmoni alam. Perusakan alam itu membuat alam tidak seimbang lagi dan ini mempunyai akibat yang sangat luas dan beragam. Misalnya, pemanasan bumi, perubahan iklim, polusi yang mengotori semua elemen alam di darat, di laut, maupun di udara, dan munculnya berbagai macam penyakit baru.

Ketidakseimbangan alam ini membuat tubuh manusia tidak seimbang pula. Imunitas melemah sehingga manusia menjadi rentan terhadap wabah. Seharusnya alam memiliki caranya sendiri untuk meredam wabah. Tetapi ketika nafsu keserakahan dan kesombongan manusia telah merusak alam, wabah tidak terbendung.

Mengenai keserakahan manusia ini, Paus Fransiskus mengatakan, “Dengan keserakahannya, manusia mau menggantikan tempat Allah dan dengan demikian akhirnya membangkitkan pemberontakan

alam”.

Kita semua terlibat di dalam dosa terhadap harmoni alam yang telah diciptakan oleh Allah sebagai semua baik dan amat baik adanya. Itulah yang disebut, sekali lagi, dosa ekologis.

Wabah menurut pendapat ini adalah isyarat alamiah, bahwa manusia telah mengingkari jati dirinya sebagai citra Allah yang bertugas untuk menjaga harmoni alam, bukan merusaknya.

Wabah menyadarkan bahwa manusia adalah ciptaan yang rapuh, yang tidak mungkin bertahan jika alam ciptaan lainnya dihancurkan.

Kita bersyukur karena di tengah-tengah pandemi wabah virus Corona 19 ini, kita menyaksikan kerelaan berkorban, solidaritas yang dahsyat dalam berbagai macam bentuknya. Dalam bahasa iman, tumbuhnya kerelaan berkorban, tumbuhnya solidaritas adalah Paskah yang nyata.

Semoga semua yang baik, tidak berhenti ketika nanti wabah ini lewat. Tetapi kita juga masih berharap, bahkan dituntut untuk merayakan Paskah yang lain, yakni Paskah Ekologis. Ketika kita dibebaskan dari dosa ekologi, kolektif maupun pribadi, dibebaskan dari sikap tidak peduli terhadap alam, atau bahkan nafsu merusak alam dan dianugerahkan kepada kita kekuatan untuk terus mewujudkan Paskah Ekologis itu.

Memulihkan alam yang rusak, merawat dan menjaganya sebagai Ibu Bumi, rahim kehidupan yang sejahtera. Selamat Paskah dan moga-moga Tuhan yang bangkit menguatkan kita dalam niat-niat baik kita.

 Disampaikan dalam Misa Paskah yang disiarkan oleh TVRI dan secara live streaming oleh hiduptv dari Gereja Katedral Jakarta pada 12 April 2020.

Redaksi melakukan beberapa pengeditan kecil.

Related Post

Leave a Reply