Pater Kimy Ndelo, CSsR, dari Konventu Redemptoris
Ketika Paus Yulius I pada tahun 325 menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus yang dirayakan secara resmi dalam Gereja, tak pernah terbayangkan bahwa Natal akan menjadi seperti sekarang ini.
Ketika pada tahun 1223 Santo Fransiskus Asisi bersama temannya Vellita menggunakan sebuah gua di dekat tempat tinggalnya untuk mengisi patung-patung Natal, keluarga kudus bersama keledai dan domba serta gembala, tak ada yang memikirkan bahwa ini akan menjadi tradisi menarik di tiap gereja bahkan rumah tangga.
Ketika Professor Charles Follen memasang pohon dengan lampu-lampu sebagai dekorasi natal untuk pertama kali pada tahun 1832, tak pernah bisa diduga bahwa hiasan ini akan menjadi sepopuler sekarang ini di dunia.
Perayaan Natal adalah sebuah tradisi yang berkembang dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, dari generasi ke generasi. Perayaan Natal bukan saja tentang lahirnya Yesus pada suatu waktu di Betlehem, tetapi tentang nubuat para nabi sejak masa sebelum kelahiran dan tentang kisah ungkapan iman akan Yesus yang berkembang di kemudian hari. Natal adalah sebuah cerita iman, baik sebelum, pada saat dan sesudah kelahiran Yesus.
Yesus yang lahir di Betlehem bukan pribadi yang terisolir atau datang dari langit. Dia lahir dari garis keturunan Abraham, Daud dan Yosef. Tapi garis keturunan itu tidak selalu lurus pada orang-orang hebat dan baik tetapi juga melalui pribadi-pribadi yang dicap “tidak benar” seperti Tamar, Rahab dan Betsyeba.
Nama Yesus datang dari Yehosua atau Yosua, yang berarti Allah adalah keselamatan. Ini mengingatkan Yosua, pengganti Musa, yang menyelamatkan bangsa Israel dari musuh-musuhnya ketika memasuki Tanah Kanaan. Yosua yang kedua yakni Yesus menyelamatkan umat manusia dari dosa-dosa mereka.
Karena itu kisah Natal bukan semata-mata kisah kelahiran melainkan sebuah kisah penyelamatan, dimana Tuhan memulai cerita itu melalui nubuat para nabi dan mendapat pemenuhannya pada kelahiran seorang bayi yang adalah “Anak Allah yang mahatinggi”.
Dan kisah ini akan terus berlanjut sampai kematian dan kebangkitan Yesus bahkan sampai saat ini dimana orang-orang yang mengimani-Nya selalu merayakan dan mengenangkan dengan sukacita.
Kisah Natal adalah sebuah contoh dimana Tuhan bisa menulis lurus di atas garis yang bengkok. Yesus, oleh nabi Yesaya disebut Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa Yang Kekal, Raja Damai. Tetapi saat kelahiran-Nya juga diwarnai kisah penolakan bahkan ancaman pembunuhan dari Raja Herodes.
Yesus lahir dalam kemiskinan dan kesederhanaan tetapi para malaikat menyebut-Nya Juru Selamat, Kristus, Tuhan, dan mengajak para gembala memuliakan Allah karena Dia.
Setiap orang beriman pada saat ini diajak menulis kisah Natal dalam hidupnya, untuk mengenangkan bagaimana Allah menyelamatkan dia kendati segala kelemahan dan kekurangannya. Setiap orang beriman diajak untuk merenungkan jalan hidupnya yang tidak selalu lurus tetapi Allah bisa memakainya untuk sebuah tujuan luhur dan mulia.
Setiap orang beriman diajak untuk melihat kemiskinan dan kesederhanaan dengan mata Tuhan karena bisa jadi disitulah Allah hadir dan mendapat penerimaan yang tulus.
Malam ini kita merayakan “Christmas” atau “Christ Mass” yang berarti Misa Kristus, tetapi juga adalah Misa Kita, karena ini bukan hanya tentang Yesus tapi juga tentang Kita. Yesus sudah lahir dan akan selalu lahir kembali. Kita juga sudah lahir dan harus selalu lahir kembali.

