Sat. Jul 27th, 2024

Walau Dipecat Ikatan Dokter Indonesia, Terawan Tetap Bersyukur

Oleh Josh Kokoh

Bersyukur! Inilah satu kata yang spontan langsung diucapkan dokter Terawan ketika beberapa hari lalu viral video dan berita tentang ‘pemecatan’ dirinya dari IDI.

Ya. Bersyukur seakan menjadi api yang membakar jiwa dan raganya. Syukur juga menjadi warna dan nada dasar hidup harian “the smiling general” ini yang kerap mengatakan “hati yang gembira adalah obat”

Bisa jadi, dengan rasa syukur yang dihidupi dalam semangat HAMBA yang dihayatinya, ia ingin ikut terus membuat Tuhan juga tersenyum karena hidup ini semata adalah kesempatan untuk menjadi dan berbagi berkat:

“Kalau saya tahu ada orang yang sudah tanpa harapan dan saya melihatnya dan saya bisa menolongnya saya merasa berdosa kalau saya biarkan. Dan yang lebih menyenangkan kalau pasien yang tanpa harapan itu kemudian sembuh, saya seperti melihat Tuhan itu tersenyum. Itu kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan. Ya. Saya ingin membuat Tuhan tersenyum.”

Bisa jadi dokter Terawan belajar dari burung-burung. Spirit of “burung”: BU-anglah hati yang mu-RUNG. Mereka selalu terus berkicau riang dan tidak mudah selalu terganggu oleh sesuatu, bahasa gampangannya: “jarno wae”

Di lain segi – banyak yang bertanya, sekarang
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) yang pernah menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia ke 19, Kepala Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Darat Gatot Subroto serta Ketua Tim Dokter Kepresidenan ini jabatannya apa?

Beliau yang tinggal di Kwini Jakarta – kini setia membantu dan melayani praktek DSA (Digital Substraction Angiography) bersama team medis di RSPAD Jakarta.

Selain itu, dokter Terawan juga menjadi Ketua Dewan Kehormatan Dokter Militer Dunia (ICMM) sejak tahun 2019 – sekarang. Organisasi dunia ini berkantor pusat di Belgia dan dokter Terawan adalah orang indonesia pertama yang menjabat sebagai Ketua Umum disini (2017 – 2019) dan Ketua Dewan Kehormatan (2019 – sekarang).

Konon, pada 2013, saat kongres ICMM di Jeddah, dokter Terawan berhasil melobi para delegasi dokter dari 68 negara yang hadir untuk menetapkan Bali menjadi tempat kongres ICMM ke 41 dimana akhirnya kongres ke 41 ini diselenggarakan di Bali dan dibuka oleh Wapres RI, Jusuf Kalla. Gerilya lobby tingkat internasional dokter Terawan terkait kedokteran dan kemiliteran patut diacungi jempol, gesit seperti burung gelatik jaman Adam dan Hawa – dengan senyuman dan grammar khas java language-nya.

Pada saat kongres para dokter militer yang bertempat di Iran pada Oktober 2018, dokter Terawan menyampaikan pidato tentang inovasi medis. Dan, di Basel – Swiss, 19-24 Mei 2019 – dokter Terawan menampilkan kajian ilmiah berjudul “The role of Brain Check Up as an Innovation in Military Medicine Facing the 4th Industrial Revolution”

Lepas dari persoalan medis dan teknis yang dipersoalkan oleh IDI yang tidak saya pahami dan sangat baik kalau diselesaikan dengan bijak, dokter Terawan yang pernah meraih penghargaan Bintang Mahaputra Nararya, Bintang Yudha Dharma Pratama dan Bintang Kartika Eka Paksi Pratama ini ber- sharing:

“Sudah banyak dokter, yang notabene teman sejawat, bicara di media massa dan menulis di medsos menuduh metode pengobatanku salah tanpa sekalipun bertemu dan bicara terlebih dulu denganku. Belum pernah ada satu orang pun dari teman sejawat yang menuduhku itu datang menemuiku dan mendiskusikan langsung metode pengobatanku. Mereka tidak kenal aku, belum pernah bertemu denganku tapi sudah seenaknya menghakimiku melalui media massa dan media sosial. Mereka sudah membentuk opini publik dengan berbagai tuduhan yang intinya menyalahkanku. Sebagai dokter militer, aku juga harus tunduk pada komandanku. Aku tidak bisa begitu saja kesana kemari tanpa seijin komandanku. Kalo komandanku tidak mengijinkan – aku tidak bisa melanggar. Tentara harus mutlak setia pada komandannya. Lebih baik aku fokus pada pekerjaanku menyembuhkan yang datang berobat padaku, dan yang lebih utama, sebagai dokter tentara aku diberi tugas oleh pimpinan berkolaborasi dengan dokter tentara lain untuk menghidupkan seluruh Rumah Sakit Tentara se Indonesia agar RST tidak hanya melayani tentara dan keluarganya tapi juga mampu melayani masyarakat umum dengan memuaskan karena tentara itu sesungguhnya pelayan masyarakat. Tentara itu rakyat..”

Pastinya, apapun keadaan dan perasaan kita saat ini, kisah kecil dokter Terawan ini mengajak kita tetap mengucap syukur kepada Allah tanpa henti. Karena adalah keterlaluan bahwa kita menikmati pemberianNya kepada kita tiap-tiap hari dan tidak mengakui dan menghargai pemberian itu dengan sepatah katapun. Bersyukur tidak menambah apapun kepada Allah, namun membawa kita lebih dekat kepadaNya. Allah tidak membutuhkan apapun dari kita, namun kita memerlukan segalanya dari Dia, bukan?

Burung tekukur – burung kenari
Mari bersyukur setiap hari….

Berkah Dalem.

Related Post