Sat. Jul 27th, 2024

Dalam Tuhan, Jiwaku Bersukaria dan Bersorak-sorai

Pater Remmy Sila, CSsR

Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Samoa, Provinsi Redemptoris Oceania

Dalam bacaan pertama dari  Yesaya 61: 1-2, 10-11 pada Minggu Adven III ini, kita diajak oleh sang Nabi untuk bersukaria dan bersorak sorai karena Sang Penyelamat kita sudah dekat. “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak sorai di dalam Allahku…” (Yes 61: 10).

Sukaria dan kegembiraan tersebut merupakan tanggapan penuh iman atas pewartaan nabi yang sama pada awal dari perikop ini: “Roh Tuhan ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dan hari pembebasan Allah…” (Yes 61: 1-2)

Nabi Yesaya percaya dan yakin bahwa Tuhan akan mengirimkan keselamatan dan penebusan bagi umat-Nya. Kita pun diharapkan selalu memiliki kepercayaan dan keyakinan yang sama kepada Tuhan, yaitu  Tuhan senantiasa mencintai kita dan pasti akan menyelamatkan kita dari setiap situasi sulit. Untuk itu, Tuhan juga selalu mengundang kita untuk hidup sesuai dengan hukum dan kebijaksanaan-Nya. Maka hendaknya kita selalu berusaha dan berjuang untuk berjalan di jalan Tuhan dan hidup berdasarkan bimbingan dan tuntunan Tuhan .

Hari Minggu Advent ketiga biasa disebut Minggu “Gaudete”, hari Minggu “Sukacita”. Ini adalah hari Minggu yang penuh sukacita. Maka lilin sukacita pun telah dinyalakan. Antifon Pembuka selama berabad-abad untuk hari Minggu ini selalu dari Surat Santo Paulus kepada Umat Filipi: “Bersukacitalah selalu di dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan, bersukacitalah!” (Flp 4: 4). Maka marilah menantikan kedatangan Tuhan kita dengan penuh sukacita dan gembira. Marilah kita bersukaria dan bersoraksorai karena Penyelamat kita sudah dekat.

Sedangkan bacaan kedua hari Minggu ini juga mengangkat tema yang sama, yaitu bersukacita. “Bersukacitalah senanantiasa. Tetaplah berdoa.” Marilah kita merenungkan dua ajakan Santo Paulus ini secara khusus: bersukacitalah dan berdoa! Di sini Santo Paulus mau menegaskan kepada kita bahwa kita hanya bisa bersukacita jika kita juga rajin berdoa. Kita hanya bisa bersukacita kalau kita selalu tergantung pada Tuhan dan bersatu dengan-Nya.Tuhan  sama sekali tidak meminta sesuatu yang tidak mungkin dari kita.

Dia hanya ingin kita bisa menjalani hari-hari hidup kita sambil mengundang  Dia untuk hadir dalam hati dan hidup kita. Dan hal tidak selalu mudah. Kita mungkin akan gagal dan gagal lagi. Tetapi kita diingatkan untuk tetap berdoa. Justru ketika kita merasa dan mengalami bahwa Tuhan  seakan jauh dari kita, maka dalam doa kita akan merasakan dan mengalami kembali kehadiran-Nya yang menghibur dan meneguhkan . Dengan cara itu, kita bisa menghadapi segala kesulitan, tantangan, ancaman, penghinaan dengan tabah, penuh harapan dan sukacita.

Sementara Injil Yohanes hari ini membawa kita kembali kepada sosok Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis adalah tokoh central  dari Injil Minggu lalu dan hari ini sekali lagi ditampilkan agar kita sekali lagi merenungkan sosok istimewa yang tetap sederhana dan rendah hati dalam mempersiapkan jalan bagi Sang Penyelamat dunia. Yohanes Pembaptis adalah orang yang rendah hati dan tahu diri. Dengan jujur dan terus terang ia mengatakan kepada para pendengarnya bahwa dia bukanlah Mesias yang dinanti-nantikan. Dia dengan jujur mengakui bahwa dia hanya utusan yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias, yaitu Yesus, Penyelamat dunia.

Yohanes Pembaptis adalah orang suci yang bersukacita dan bergembira dalam Tuhan karena dia selalu menunjuk kepada Yesus Kristus, Juruselamat dunia. Dia tidak mau mengambil kesempatan untuk membuat dirinya terkenal selain mempersiapkan jalan bagi Dia yang lebih besar, lebih berkuasa dan karena itu harus lebih dikenal oleh banyak orang. Kita juga bisa menjadi orang yang bersukacita dan bergembira dalam Tuhan ketika kita selalu mengarah pada Yesus, menunjuk kepada kepada Yesus dan bukan diri kita  atau hal-hal duniawi. Sama seperti dalam kehidupan Yohanes Pembaptis, semakin banyak kita merendahkan diri, Tuhan semakin nampak bagi sesama. Merupakan suatu tantangan besar bagi kita untuk hidup sedemikian rupa sehingga kita selalu bisa menjadi saksi kehadiran Tuhan dan cinta-Nya bagi sesama.

Untuk itu marilah kita belajar dari Yohanes Pembaptis dan meneladani sikap dan semangatnya dengan selalu berkata, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”  (Yoh 3: 30). Dengan demikian kita akan menemukan sukacita yang sejati di dalam Tuhan.

Selamat Hari Minggu Adven III. Tuhan memberkati.

 

 

 

Related Post

Leave a Reply