Sat. Jul 27th, 2024
Pater Kimy

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

TEMPUSDEI.ID (6/12/20)

Dalam tradisi Zen di Asia, ada sebuah kisah tentang seorang profesor yang mengunjungi seorang Guru Zen bernama Nan-In pada suatu hari. “Guru,” katanya, “Tolong ajari saya apa yang ingin saya ketahui agar memiliki hidup yang bahagia. Saya telah belajar Kitab Suci, saya telah mengunjungi banyak guru hebat, tetapi saya tidak menemukan jawabannya. Tolong ajari saya jalan menuju kebahagiaan.”

Pada saat itu Guru Nan-In melayani tamunya ini dengan teh. Dia menuangkan teh ke cangkir tamunya sampai penuh dan terus menuangkan sampai meluap. Guru itu terus menuangkan sampai teh itu tumpah di lantai.

Profesor itu awalnya cuma mengamati tetapi lama kelamaan dia tidak tahan lagi: “Cukup Guru. Stop. Jangan tuang lagi!” serunya.

“Seperti cangkir ini,” kata Guru Nan-in, “Engkau penuh dengan opini dan spekulasimu sendiri. Bagaimana saya menunjukkan jalan itu jika engkau tidak mengosongkan cangkirmu?”

Dalam bahasa Yunani ada kata “metanoia” yang berarti sebuah perubahan pikiran dan arah. Kata ini mempunyai makna yang sama dengan kata tesubah dalam bahasa Ibrani, yang biasa digunakan oleh para nabi ketika mereka mengajak umat Israel untuk meninggalkan dosa-dosa mereka dan kembali kepada Allah. Kedua kata ini lalu berarti “sebuah perubahan total dalam arah hidup rohani”.

Itulah makna seruan Yohanes Pembaptis dalam Injil hari ini: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu” (Mrk 1,4). Pertobatan ini tidak hanya merasa bersalah dan menyesali perbuatan-perbuatan dosa. Pertobatan yang dituntut Yohanes lebih dari itu. Ada sebuah gerakan radikal untuk berbalik arah sama sekali dari cara hidup yang lama.

Dalam pengertian lain, perubahan total itu bisa berarti sebuah pengosongan diri, seperti kisah Guru Zen dan Profesor di atas. Mengapa harus pengosongan? Karena tanpa pengosongan tak ada hal baru atau hidup baru yang bisa diberikan.

Tanpa pengosongan ibarat menambalkan secarik kain yang baru kepada kain yang lama. “Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya” (Mrk 2,21).

Mempersiapkan kedatangan Tuhan berarti menyiapkan ruang bagi Dia untuk masuk dan berdiam. Ruangan itu harus bersih dan kosong jika perlu.

Yohanes menunjukkan pentingnya menyiapkan kedatangan Mesias dengan cara penyucian diri menggunakan simbol pembaptisan di sungai Yordan. Sejatinya pembaptisan itu diperuntukkan bagi orang-orang non-Yahudi atau kafir karena mereka dianggap kotor dan penuh polusi dosa.

Akan tetapi Yohanes justru meminta kepada orang-orang sebangsanya, yang notabene Orang Pilihan, atau orang yang sudah dikuduskan, agar mereka pun ikut menyucikan diri. Bahkan mereka harus menjadi contoh pertobatan dan pembaruan hidup. Hanya dengan cara itulah mereka bisa menerima dan layak menyambut kedatangan Mesias.

Hidup kita sudah dipenuhi dengan begitu banyak persoalan, keinginan, mimpi-mimpi, termasuk juga kepemilikan banyak hal yang menyita sebagian besar perhatian kita. Kadang hidup kita begitu penuh sehingga tak tersisa lagi ruang bagi Tuhan dalam hidup kita.

Masa Adven ini adalah masa “cuci gudang” atau pengosongan diri supaya Tuhan bisa masuk dan berdiam di dalam hidup kita. Karena hanya dengan Dia-lah kita sungguh bisa menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati.

Salam Adven dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa

Related Post

Leave a Reply