Sat. Jul 27th, 2024

Ini Alasan Pastor Tuan Kopong, MSF Mencintai Islam

Pater Tuan Kopong, MSF. Foto: Dokumen Tuan Kopong.
Pastor Tuan Kopong dan Mamanya

Pada 1 September 2020, Pastor Tuan Kopong menulis sebuah surat terbuka kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meminta MUI menertibkan para mualaf yang suka berbohong dan menyebut-nyebut diri atau mengaku-ngaku sebagai mantan pastor Katolik, lulusan Universitas Vatikan, mantan biarawati, mantan seminaris, bahkan anak kardinal.

Uniknya, dalam surat tersebut, Tuan Kopong berkali-kali menyebut bahwa ia mencintai Islam. Berikut alasan imam asal Adonara dengan tegas menyebut dirinya mencintai Islam.

Pastor Tuan Kopong lahir di Desa Keluwain, Kecamatan Kelubagolit, namun sebenarnya orang tuanya berasal dari Desa Balaweling, Kecamatan Witihama. Ia anak bungsu dari pasangan suami istri Katolik Thomas Ola Rain dan Maria Goreti Rawa Dore.

BACA JUGA: https://www.tempusdei.id/2020/09/2119/imam-katolik-ini-mengaku-sangat-mencintai-islam-dalam-surat-terbukanya-kepada-mui-apa-alasannya.php

Dari kedua orang tuanya, yang menjadi Katolik sejak lahir adalah ayahnya, sedangkan sang Ibu berasal dari keluarga Muslim yang kemudian masuk Katolik saat menikah dengan ayahnya.

Oleh karena orang tua kandung sang Mama meninggal saat sang Mama masih kecil, maka ia dibesarkan dan dididik oleh Paman kandungnya yang seorang Muslim, yakni Abdurahim Ola Daen. Sosok inilah yang kemudian Pater Tuan Kopong sebut sebagai Kakek.

Dari Kakek Ola Daen, Mama dari Tuan Kopong mendapatkan didikan dan nilai-nilai hidup islami yang sangat kuat. Dan menariknya, ia tidak menanggalkan apalagi mencampakkan nilai-nilai itu begitu saja gara-gara masuk Katolik. Sebaliknya, ia memelihara banyak nilai islami yang tidak berseberangan dengan nilai iman Katolik dan meneruskan kepada anak-anaknya, termasuk kepada Tuan Kopong.

Mengakui Secara Terbuka
Nilai-nilai itu Pater Tuan Kopong akui secara terbuka dalam berbagai kesempatan. Ketika berkhotbah dalam Misa Arwah untuk Mamanya menjelang pemakaman pada paruh pertama 2018, Tuan Kopong katakan secara benderang bahwa sebagian besar dari nilai kehidupan yang Mama wariskan kepadanya dan saudara-saudara yang lain merupakan ajaran dan teladan yang Mamanya terima sejak masih bayi hingga menjelang pernikahan dengan Bapaknya. “Saya katakan bahwa cinta, kebaikan, keteladanan yang Mama berikan dan wariskan kepada kami semua tidak lepas dari nilai islami. Dan itu nampak dari sikap Mama yang tidak melupakan salah satu tradisi baik dari umat Islam, yaitu berkumpul bersama di rumah kakek dan saling memaafkan satu sama lain menjelang Idul Adha dan Idul Fitri,” aku Tuan Kopong.

Tuan Kopong malah merasa bersyukur bahwa dari rahim neneknya Peni Samon (ibu kandung dari Mama Tuan Kopong—yang tetap menjadi Muslimah soleha sampai akhir hayat) dan kemudian dari Mamanya, muncul seorang cucu yang menjadi imam Katolik, yakni dirinya. “Ya, Mama memberi kesaksian kepada saya bahwa meskipun ia telah menjadi Katolik tulen, namun tak luntur sedikitpun cintanya pada Islam. Ini ia tunjukkan melalui hal sederhana, namun juga membuat saya sendiri merasa lucu dan tertawa,” ungkapnya.

Suatu hari cerita Tuan Kopong, dia mengantar seorang suster CIJ ke permakaman umum Samarinda-Bukit Barisan untuk memasang lilin di makam mamanya. Hari itu tanggal 02 November 2010. Dari permakaman itu, Tuan Kopong menelepon Mamanya, “Ma, sekarang masih jam tiga sore, kalau bisa Mama telepon Om Mat jemput Mama untuk pasang lilin di kubur kakek dan nenek.”

Mendengar permintaan tersebut, tanpa bertanya lebih lanjut, sang Mama menjawab, “Ama, ini kan belum Idul Adha”. Tuan Kopong lalu menjelaskan bahwa tanggal 02 November dalam Gereja Katolik adalah Hari Raya Arwah seluruh umat beriman. “Jadi pada kesempatan ini kita juga ziarah ke makam keluarga dan memasang lilin, jadi tidak harus menunggu Idul Adha,” jelas Tuan Kopong.
Sang Mama langsung menelepon Om Mat untuk menjemputnya lalu memasang lilin di kubur kakek dan nenek.

Kisah sederhana dan lucu tersebut, Tuan Kopong ungkapkan kembali saat Mamanya sakit. Dengan suara lirih, sang Mama berkata, “Ama, jangan lupa”. Tuan Kopong menafsirkan ungkapan singkat ini sebagai ajakan untuk tidak melupakan kebaikan Islam yang mereka terima dari kakek Ola Daen. “Paling tidak, cinta dan pesan Mama serta kebaikan Kakek Abdurahim Ola Daen sekeluarga semakin menegaskan bahwa kami adalah satu keluarga karena menjadi pelaksana kehendak Allah,” ungkap Tuan Kopong.

  • Jangan lupa mengikuti alasan lain Tuan Kopong mencintai Islam dalam beberapa tulisan selanjutnya.

Related Post

Leave a Reply