Tue. Nov 5th, 2024

Katedral St. Elia di Aleppo, Bangkit dari Kehancuran Akibat Perang Suriah

Katedral St. Elia Allepo setelah direnovasi. Foto: ACN/aleteia.org
Interior Katedral setelah dihancurkan ISIS. Foto: ACN/aleteia.org

Setelah melewati banyak kesulitan dalam pekerjaan rekonstruksi, Katedral Maronit St Elia, yang mengalami kerusakan parah akibat serangan mortir selama perang Suriah, secara resmi dibuka kembali dan diberkati ulang pada hari Senin, 20 Juli. “Pemulihan dan pembukaan kembali katedral tersebut memiliki makna simbolis dan praktis,” kata Uskup Agung Maronite Joseph Tobij dari Aleppo, dalam sebuah wawancara dengan badan amal pastoral Katolik internasional dan Yayasan Bantuan Kepausan untuk Gereja yang Membutuhkan (Aid to the Church in Need – ACN).

“Dalam arti simbolis itu adalah pesan kepada umat paroki dan Kristen di Aleppo dan dunia bahwa kita masih berada di negara ini, terlepas dari jumlah kita yang semakin sedikit, dan pemulihan katedral ini adalah buktinya. Mulut harus terus memuji Tuhan di tempat ini meskipun ada banyak kesulitan,” katanya meneguhkan.

Katedral St. Elia di pinggiran Al Jdeydeh di Aleppo, memiliki sejarah panjang. Bangunan ini telah dibangun pada tahun 1873 dan direnovasi pada tahun 1914, menggantikan gereja kecil abad ke-15 yang dibangun di situs yang sama.

Selama perang saudara Suriah, antara 2012 dan 2016, katedral menderita setidaknya tiga serangan rudal yang berat dan banyak serangan ringan lainnya. Namun, kerusakan terburuk terjadi pada 2013 ketika pemberontak jihad menerobos masuk ke bagian kota ini dan berusaha menghancurkan semua simbol-simbol kekristenan.

Setelah ambruk dalam reruntuhan selama empat tahun, katedral akhirnya dapat membuka kembali pintunya untuk Natal 2016, terlepas dari kondisinya yang hancur, setelah bagian kota ini dibebaskan dari kendali pemberontak awal tahun itu. “Kami memutuskan untuk mengirim pesan harapan bahwa Anak Allah berinkarnasi dan Dia masih bersama kita, menemani kita dalam kesedihan dan rasa sakit, dan membawa mereka bersama kita, sehingga mereka berubah mengalami kehidupan yang penuh harapan, iman, cinta dan dengan demikian mengalami kehidupan yang suci,” ungkap Uskup Agung Tobji menjelaskan.

“Momen saat Misa ketika Anak Yesus ditempatkan di palungan yang terbuat dari reruntuhan atap yang runtuh sangat menyentuh, karena saya, dengan orang-orang yang menghadiri kebaktian, menangis dan tertawa pada saat yang sama, dan semua orang bertepuk tangan dan bersorak-sorai dengan sukacita.”

Orang-orang Kristen di Suriah sangat menderita akibat perang saudara. Dari 1,5 juta orang Kristen yang tinggal di negara itu sebelum perang, diperkirakan hanya sepertiga yang tersisa sekarang.

Menurut sumber-sumber CAN, ada sekitar 180.000 orang Kristen di kota sebelum perang. Diperkirakan bahwa tidak lebih dari 30.000 yang masih tinggal di sana.

Katedral melayani komunitas Katolik Maronite yang meskipun bukan yang paling banyak di kota, namun menyediakan layanan utama bantuan sosial dan kemanusiaan untuk semua orang. “Keinginan kita untuk tetap adalah ‘Misi’ dan bukan hanya karena kita dilahirkan di sini, atau karena kita berkewajiban untuk tinggal di sini di luar kehendak kita. Kita orang Maronit tidak punya tempat untuk membawa kita bersama-sama selain katedral ini, dan keputusan untuk mengembalikannya sudah jelas, sama seperti keluarga yang ingin merenovasi satu-satunya rumah yang menyatukan kita,”jelas sang Uskup Agung.

Thomas Heine-Geldern, presiden eksekutif ACN International, yang memasok sebagian besar dana untuk pemulihan katedral, telah mengirim pesan video kepada orang-orang Aleppo. Karena pandemi virus korona ia  tidak bisa hadir secara langsung. “Saya sangat sedih karena tidak dapat bergabung dengan Anda pada hari yang penuh sukacita ini,” pungkas Thomas Heine-Geldern.

“ACN telah bersamamu sepanjang masa-masa paling sulit, dan akan sangat menyenangkan jika kita bisa merayakan bersama hari ini. Sayangnya, situasinya tidak memungkinkan ini. Namun, kita melihat Katedral St. Elia dan itu adalah mukjizat. Luar biasa melihatnya bersinar dengan kemegahannya yang dulu. Saya berharap bahwa itu sekali lagi akan menjadi pusat dari seluruh komunitas Kristen, sama seperti sebelum perang yang mengerikan ini.” (tD/aleteia.org)

Related Post

Leave a Reply