Wed. Feb 12th, 2025

Rezim Daniel Ortega Menyita Seminari di Nikaragua dan Memulangkan Para Siswanya

Para seminaris di Dioses Matagalpa

Dalam eskalasi penganiayaan yang kian mengkhawatirkan, pemerintah Nikaragua di bawah Daniel Ortega melanjutkan penganiyaan terhadap Gereja Katolik di negaranya. Seperti dilansir media aleteia.org pada 23/1/25, kali ini dia menyita Seminari San Luis de Gonzaga di Matagalpa minggu ini.

Seminari yang dulunya merupakan pusat penting bagi pembinaan para calon imam, kini kosong. Para siswanya dipulangkan. Seminari tersebut menampung sekitar 60 seminaris.Gereja Katolik di Nikaragua terus mengalami penindasan sistematis.

Artikel Edgar Beltrán untuk The Pillar menunjukkan bahwa rencana sedang dilakukan untuk memindahkan mereka ke seminari antar keuskupan di Managua. Namun, masa depan pembinaan calon imam di wilayah tersebut masih belum pasti.

Ini merupakan salah satu tindakan keras yang menargetkan Keuskupan Matagalpa. Wilayah ini dikenal karena pembelaannya yang gigih terhadap kehidupan Katolik. Keuskupan tersebut, sebelumnya dipimpin oleh Uskup Rolando Álvarez, telah menghadapi tindakan yang sangat keras.

Uskup Álvarez, seorang kritikus vokal rezim tersebut, dijatuhi hukuman 25 tahun penjara pada tahun 2022 sebelum diasingkan ke Roma pada tahun 2024. Sejak kepergiannya, Matagalpa telah kehilangan lebih dari 60% imamnya, dengan banyak yang melarikan diri dari ancaman atau pemenjaraan.

PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk.

Sejarah penganiayaan

Menurut artikel Beltrán, Seminari San Luis de Gonzaga pernah menjadi pusat utama panggilan di Nikaragua. Di bawah kepemimpinan Uskup Álvarez, seminari tersebut berkembang pesat, dengan lebih dari 100 seminaris pada puncaknya.

Namun, penganiayaan telah memakan korban. Banyak seminaris telah meninggalkan Nikaragua, mencari perlindungan dan pembinaan di luar negeri.

Uskup Álvarez baru-baru ini mengungkapkan bahwa setidaknya lima mantan seminarisnya sekarang melanjutkan studi mereka di Spanyol.

Serangan terhadap Gereja Katolik meluas. Minggu lalu, rezim Ortega menyita La Cartuja, tempat peristirahatan keuskupan dan pusat pastoral Matagalpa.

Polisi secara paksa memindahkan karyawan dan peserta dari lokasi tersebut, yang sebelumnya merupakan tempat penting untuk retret spiritual dan acara keuskupan.

Hal ini menggemakan serangan sebelumnya pada tahun 2018, ketika pasukan paramiliter merusak properti tersebut selama protes besar-besaran terhadap kediktatoran.

Sejak protes meletus pada tahun 2018-2019, rezim Nikaragua telah mengintensifkan penindasannya terhadap Gereja, menutup stasiun radio dan TV Katolik, membubarkan kongregasi religius, dan menyita properti.

Lebih dari 250 imam dan religius telah diasingkan, sementara para imam dilarang masuk ke rumah sakit umum dan dilarang memberikan sakramen.

Seruan untuk beriman di tengah penganiayaan

Pada bulan Desember 2024, Paus Fransiskus menyampaikan pesan pastoral kepada masyarakat Nikaragua, menguatkan kepercayaan pada pemeliharaan Tuhan selama pencobaan ini.

Meskipun mengalami penindasan, Gereja di Nikaragua tetap hidup. Penyitaan seminari dan pusat retret merupakan pengingat suram akan tantangan yang dihadapi oleh umat beriman.

Namun, kesaksian abadi dari para imam, seminaris, dan kaum awam merupakan bukti komitmen mereka terhadap Injil, terutama dalam menghadapi kesulitan.

Seiring meningkatnya permusuhan rezim, solidaritas internasional menjadi semakin penting. Komunitas Katolik global harus terus memperkuat suara kaum teraniaya dan memperjuangkan hak-hak mereka. (Aleteia.org)

Related Post