Sat. Jul 27th, 2024

Stanislaus Riyanto Raih Gelar Doktor dari FIA UI dengan Predikat Cum Laude

Stanislaus Riyanto (tengah) usai dinyatakan lulus dengan predikat Cum Laude.

Setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul Model Tata Kelola Kolaborasi dalam Pencegahan Terorisme pada 28/6 di hadapan para penguji  di Auditorium Edisi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, pengamat terorisme Stanislaus Riyanto berhasil meraih gelar doktor dengan predikat Cum Laude (dengan pujian).

Dengan kelulusan tersebut,  Stanislaus menjadi doktor dari Fakultas Ilmu Administrasi yang ke-14 sejak fakultas tersebut berdiri 7 tahun lalu. Promotor dari Stanislaus adalah Prof. Dr Amy S Rahayu, M.Si, dan kopromotornya Dr. Benny Jozua Mamoto, S.H., M.Si.

Para penguji menilai penelitian yang dilakukan oleh Stanislaus cukup unik, karena menganalisis masalah terorisme dengan pendekatan Ilmu Administrasi. Konsep collaborative governance sebagai bagian dari Ilmu Administrasi, dijadikan kerangka analisis pencegahan terorisme di Indonesia.

Dr. Stanislaus Riyanto menerima ijazah doktoralnya.

Problematikan Pencegahan Terorisme

Dalam acara promosi tersebut, Stanislaus membacakan ringkasan disertasi terutama terkait problematika pencegahan terorisme di Indonesia.

Stanislaus menyebutkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat ini masih belum maksimal untuk mencegah terorisme, terbukti bahwa radikalisme dan terorisme masih terjadi di Indonesia.

Menurutnya, untuk mencegah terorisme, pemerintah harus melakukan kolaborasi tidak hanya antar lembaga atau kementrian, tetapi juga dengan aktor non pemerintah seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.

Pentingnya melibatkan aktor non pemerintah kata pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah ini karena radikalisme sebagai akar dari terorisme masif terjadi di masyarakat, sehingga unsur yang pertama kali bisa melakukan deteksi dini seharusnya adalah masyarakat.

Selain itu jika masyarakat mempunyai pemahaman yang kuat terkait ancaman radikalisme dan terorisme, maka kemauan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan perlawanan terhadap radikalisasi bisa muncul.

Dalam penelitiannya, Stanislaus menemukan berbagai fakta yang menjadi penyebab kolaborasi dalam pencegahan terorisme di Indonesia masih belum optimal.

Fakta tersebut antara lain pemahaman yang belum sama antar pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi tersebut, bahkan ditemukan pendapat yang berbeda dari pejabat pemerintah terkait terorisme, yaitu terorisme dianggap hanyalah permainan intelijen.

Pengamat terorisme Stanislaus Riyanto raih gelar doktor dengan predikat Cum Laude.

Pencegahan

Temuan lainnya adalah kapasitas terkait pencegahan radikalisme dan terorisme dari pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi yang masih kurang.

Masalah lainnya adalah persoalan anggaran, dan dasar hukum bagi pihak (selain BNPT) untuk terlibat dalam pencegahan terorisme, yang dianggap belum kuat.

Gubernur Jawa Tengah

Temuan penelitian terkait pola yang baik dalam pencegahan terorisme terjadi di Jawa Tengah. Stanislaus menyebutkan bahwa leadership yang tegas dari Gubernur Jawa Tengah membuat ruang gerak radikalisme terutama yang terjadi lewat lembaga pendidikan dapat ditekan.

Selain itu hubungan antar pihak yang terlibat dalam pencegahan terorisme di Jawa Tengah yang dikelola lewat Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dapat menjadi rujukan daerah lain.

Dalam rekomendasinya, Stanislaus menyebutkan model collaborative governance yang digagas oleh Emerson dkk, tepat jika dijadikan kerangka kolaborasi dalam pencegahan terorisme di Indonesia.

Rekomendasi selanjutnya adalah kolaborasi antara pemangku kepentingan utama dalam pencegahan terorisme, yaitu BNPT dengan pihak lain harus dilengkapi dengan anggaran, indikator keberhasilan kerja dan target yang jelas.

Selain itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi, termasuk masyarakat, agar kolaborasi dalam pencegahan terorisme tersebut dapat optimal.

Stanislaus Riyanta menutup pidato promosi doktoralnya dengan harapan agar penelitiannya dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

Sosok yang dikenal oleh publik sebagai pengamat intelijen dan terorisme ini, sebelum menuntaskan studi doktoralnya dia telah  menyelesaikan studi S2 di Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia.

Sedangkan studi tingkat sarjananya ditempuh di FMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (tD/*)

Related Post