Sat. Oct 11th, 2025

Untuk Kemandirian Obat Herbal, Sido Muncul Siap Berkontribusi

Irwan Hidayat, ketika mendapat kesempatan menyampaikan gagasannya tentang "Kemandirian Obat". (ist)

SOLO – Kini sudah saatnya kita mandiri dalam penyediaan obat. Tentu saja, harus ada upaya serius dalam memproduksi obat itu. Tujuannya untuk mengurangi impor obat dan mengembangkan obat tradisional (herbal). Dan kami sebagai perusahaan berupaya mendukung hal tersebut.

Hal tersebut dikatakan Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat di depan sekitar seribu dokter dan dosen fakultas kedokteran yang menghadiri Pertemuan Ilmiah Nasional Perkumpulan Ahli Anatomi Indonesia di Hotel Harris Solo, Kamis (2/10/2025).

Pada kesempatan tersebut Irwan Hidayat, mendorong pemerintah memperkuat kemandirian obat herbal di Indonesia. Menurutnya, potensi tanaman obat nusantara sangat besar, namun masih perlu didukung dengan riset dan regulasi.

Irwan menjelaskan, langkah awal yang dilakukan perusahaannya adalah memproduksi bahan tunggal herbal dengan standar mutu yang jelas. “Saat ini Sido Muncul memiliki 59 produk berbasis bahan alami seperti kunyit, temulawak, daun dewa, pace (mengkudu), hingga jahe,” sebutnya.

Sido Muncul juga menjaga kualitas bahan baku melalui kerjasama dengan kelompok tani.

”Para petani dalam kerjasama dengan kami, menanam bibit yang sama, cara pemeliharaan yang sama, lokasi menanamnya juga di ketinggian yang sama. Lalu pasca panennya, kita lakukan seleksi dengan ketat menggunakan teknologi yang kita punya,” jelas Irwan pada kesempatan lain kepada tempusdei.id.

Selain itu, ia menekankan pentingnya uji toksisitas secara rutin. Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah untuk menyediakan anggaran khusus guna melakukan uji toksisitas terkait khasiat bahan-bahan alami. Selama ini, tumbuhan yang diizinkan oleh BPOM untuk menjadi obat herbal hanya dibatasi sebanyak 350 jenis.

Kalau pemerintah melakukan uji toksisitas 50 bahan setiap tahun, jelas ayah dari dua anak ini, maka dalam 10 tahun jumlahnya bisa bertambah dari 350 menjadi 500 jenis bahan jamu yang teruji.

”Padahal kekayaan hayati kita mencapai 28 ribu spesies. Melakukan uji toksisitas itu sebenarnya mudah bagi pemerintah, karena hanya 50 bahan per tahun dengan biaya sekitar Rp150 juta per bahan,” ujarnya.

Menurutnya, program ini juga bisa melibatkan perguruan tinggi sehingga membuka ruang riset sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi akademisi.

Irwan sendiri sudah membuktikan berkali-kali dengan melakukan penelitian bersama universitas, dalam hal ini Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas Diponegoro Semarang.

Irwan juga menjelaskan bahwa saat ini, Sido Muncul sedang menyusun atau menyiapkan buku berisi informasi ilmiah tentang produk herbal agar bisa menjadi rujukan tenaga medis. “Kami ingin para dokter tahu bahwa penelitian tentang herbal itu ada, sehingga bisa menjadi bahan edukasi bagi pasien maupun keluarga,” jelasnya.

Kepala Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran UNS, Nanang Wiyono, menilai kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah sangat penting untuk mendorong obat herbal menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Nanang juga menambahkan informasi bahwa Irwan Hidayat akan membagikan kompendium bahan alam kepada dokter di seluruh Indonesia. ”Ini langkah bagus untuk mempertemukan penelitian, industri, dan edukasi,” kata Nanang mengapresiasi.

Nanang, Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah Nasional Perkumpulan Ahli Anatomi Indonesia tersebut, menambahkan bahwa kemandirian farmasi tidak berarti meninggalkan obat modern, melainkan menyeimbangkan keduanya.

“Praktik medis dan tradisional bisa disinergikan, tidak harus dipertentangkan,” pungkasnya. (tD/L6)

Related Post